Konsep Dasar Perawatan Luka dalam Praktik Kebidanan

A. Pengertian Luka

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997). Sedangkan menurut Kozier (1995), luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Keadaan luka dapat dilihat dari berbagai sisi, sebagai berikut:
1. Rusak tidaknya jaringan yang ada pada permukaan
2. Sebab terjadinya luka
3. Luas permukaan luka
4. Ada atau tidaknya mikroorganisme.
Sedangkan ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel.

B. Jenis-Jenis Luka

C. Fase Penyembuhan Luka

D. Prinsip Penyembuhan Luka

Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997), yaitu:
1. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang
2. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga
3. Respon tubuh secara sistemik pada trauma
4. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
5. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme
6. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.

E. Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Penyembuhan Luka

F. Komplikasi Penyembuhan Luka

G. Macam-macam Luka dalam Praktek Kebidanan

Jenis luka berdasarkan penyebabnya yang sering dijumpai dalam praktik kebidanan adalah luka mekanik: luka insisi (incised wound) dan luka gores (lacerated wound). Luka insisi karena pembedahan dapat dijumpai pada kasus: kelahiran bayi dengan section caesarea, masektomi, laparotomi (pada kasus: histerektomi, tubektomi, miomektomi, dll), dan kasus yang lain. Sedangkan luka gores terjadi pada kasus luka di jalan lahir (mukosa vagina, perineum) dan atau pada cerviks karena kelahiran bayi. Jenis luka gores dapat juga terjadi pada kasus robekan uterus karena tetania uteri. Luka pada perineum yang disengaja untuk melebarkan jalan lahir atau disebut episiotomy, termasuk dalam jenis luka insisi.

H. Perawatan Luka dalam Praktek Kebidanan

Perawatan luka dalam praktik kebidanan pada dasarnya sama dengan perawatan luka pada umumnya. Lebih jelasnya akan dijelaskan pada poin ketiga tentang perawatan luka operasi. Hal yang berbeda adalah perlakuan pada kasus luka gores (lacerated wound): luka pada uterus, cerviks, mukosa vagina dan perineum, yang meliputi teknik penjahitan yang dilakukan dan perawatan luka.

I. Referensi

Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta, EGC.

Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah. Jakarta, EGC.

Johnson, Ruth, Taylor. 1997. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta, EGC.

Kaplan NE, Hentz VR. 1992. Emergency Management of Skin and Soft Tissue Wounds, An Illustrated Guide. USA, Boston, Little Brown.

Kozier, Barbara. 1995. Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.

Oswari E. 1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta, Gramedia.

Potter. 2000. Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Samba, Suharyati. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta, EGC.

TEKNIK PENJAHITAN LUKA

Teknik Jahit

Teknik penjahitan yang digunakan dalam menjahit luka disesuaikan dengan keadaan/ kondisi luka dan tujuan penjahitan. Secara umum, teknik penjahitan dibedakan menjadi :

a.     Simple Interupted Suture (Jahitan Terputus/Satu-Satu)

Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan apabila tidak ada teknik penjahitan lain yang memungkinkan untuk diterapkan. Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan saling menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan situasi. Cara jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakannya.

Teknik jahitan terputus sederhana dilakukan sebagai berikut:

1)     Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi lainnya, kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua.

2)     Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua secara tipis, menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat kulit sisi yang pertama

3)     Dibuat simpul dan benang diikat.

b.     Running Suture/ Simple Continous Suture (Jahitan Jelujur)

Jahitan jelujur menempatkan simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasil kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar, dan sebaiknya tidak dipakai untuk menjahit kulit.

Teknik jahitan jelujur dilakukan sebagai berikut:

1)     Diawali dengan menempatkan simpul 1 cm di atas puncak luka yang terikat tetapi tidak dipotong

2)     Serangkaian jahitan sederhana ditempatkan berturut-turut tanpa mengikat atau memotong bahan jahitan setelah melalui satu simpul

3)     Spasi jahitan dan ketegangan harus merata, sepanjang garis jahitan

4)     Setelah selesai pada ujung luka, maka dilakukan pengikatan pada simpul terakhir pada akhir garis jahitan

5)     Simpul diikat di antara ujung ekor dari benang yang keluar dari luka/ penempatan jahitan terakhir.

c.     Running Locked Suture (Jahitan Pengunci/ Jelujur Terkunci/ Feston)

Jahitan jelujur terkunci merupakan variasi jahitan jelujur biasa, dikenal sebagai stitch bisbol  àkarena penampilan akhir dari garis jahitan berjalan terkunci. Teknik ini biasa digunakan untuk menutup peritoneum. Teknik jahitan ini dikunci bukan disimpul, dengan simpul pertama dan terakhir dari jahitan jelujur terkunci adalah terikat.

Cara melakukan penjahitan dengan teknik ini hampir sama dengan teknik jahitan jelujur, bedanya pada jahitan jelujur terkunci dilakukan dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, sebelum beralih ke tusukan berikutnya.

d.     Subcuticuler Continuous Suture (Subkutis)

Jahitan subkutis dilakukan untuk luka pada daerah yang memerlukan kosmetik, untuk menyatukan jaringan dermis/ kulit. Teknik ini tidak dapat diterapkan untuk jaringan luka dengan tegangan besar.

Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah jaringan dermis sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak di dekat kedua ujung luka. Hasil akhir pada teknik ini berupa satu garis saja. Teknik ini dilakukan sebagai berikut :

a)     Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka keluar di daerah dermis kulit salah satu dari tepi luka

b)     Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang lain, secara bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang lain, untuk kemudian dikeluarkan pada kulit 1-2 cm dari ujung luka yang lain

c)     Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua sisi secara parallel di sepanjang luka tersebut.

e.     Mattress Suture (Matras : Vertikal dan Horisontal)

Jahitanmatras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan matras horizontal. Prinsip teknik penjahitan ini sama, yang berbeda adalah hasil akhir tampilan permukaan. Teknik ini sangat berguna dalam memaksimalkan eversi luka, mengurangi ruang mati, dan mengurangi ketegangan luka. Namun, salah satu kelemahan teknik penjahitan ini adalah penggarisan silang.Risiko penggarisan silang lebih besar karena peningkatan ketegangan di seluruh luka dan masuknya 4 dan exit point dari jahitan di kulit.

Teknik jahitan matras vertical dilakukan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.

Teknik jahitan matras horizontal dilakukan dengan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. keuntungannya adalah memberikan hasil jahitan yang kuat.

Waktu yang dianjurkan untuk menghilangkan benang ini adalah 5-7 hari (sebelum pembentukan epitel trek jahit selesai) untuk mengurangi risiko jaringan parut. Penggunaan bantalan pada luka, dapat meminimalkan pencekikan jaringan ketika luka membengkak dalam menanggapi edema pascaoperasi. Menempatkan/mengambil tusukan pada setiap jahitan secara tepat dan  simetris sangat penting dalam teknik jahitan ini.

Notes: Tulisan ini dilengkapi tautan video (Youtube), klik di sub judul teknik penjahitan.

PENJAHITAN LUKA

Oleh: Gita Kostania

Penjahitan Luka

Jahitan digunakan untuk hemostasis atau untuk menghubungkan struktur anatomi yang terpotong (Sabiston,1995). Menurut Sodera dan Saleh (1991), jahitan merupakan hasil penggunaan bahan berupa benang untuk mengikat atau ligasi pembuluh darah dan menghubungkan antara dua tepi luka. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penjahitan merupakan tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong untuk mencegah pendarahan dengan menggunakan benang.

Prinsip Umum Penjahitan Luka

Menurut Brown (1995), prinsip–prinsip umum yang harus dilaksanakan dalam penjahitan luka laserasi adalah sebagai berikut :

  1. Penyembuhan akan terjadi lebih cepat bila tepi-tepi kulit dirapatkan satu sama lain dengan hati-hati.
  2. Tegangan dari tepi–tepi kulit harus seminimal mungkin atau kalau mungkin tidak ada sama sekali. Ini dapat dicapai dengan memotong atau merapikan kulit secara hati–hati sebelum dijahit.
  3. Tepi kulit harus ditarik dengan ringan, ini dilakukan dengn memakai traksi ringan pada tepi–tepi kulit dan lebih rentan lagi pada lapisan dermal daripada kulit yang dijahit.
  4. Setiap ruang mati harus ditutup, baik dengan jahitan subcutaneus yang dapat diserap atau dengan mengikutsertakan lapisan ini pada waktu mmenjahit kulit.
  5. Jahitan halus tetapi banyak yang dijahit pada jarak yang sama lebih disukai daripada jahitan yang lebih besar dan berjauhan.
  6. Setiap jahitan dibiarkan pada tempatnya hanya selama diperlukan. Oleh karena itu jahitan pada wajah harus dilepas secepat mungkin (48 jam–5 hari), sedangkan jahitan pada dinding abdomen dan kaki harus dibiarkan selama 10 hari atau lebih.
  7. Semua luka harus ditutup sebersih mungkin.
  8. Pemakaian forsep dan trauma jaringan diusahakan seminimal mungkin.

Menurut Sodera dan Saleh (1991), penjahitan merupakan suatu cara menjahit untuk mendekatkan  atau menghubungkan dua tepi luka. Dapat dibedakan menjadi :

  1. Jahitan Primer (primary Suture Line) adalah jahitan yang digunakan untuk mempertahankan kedudukan tepi luka yang saling dihubungkan selama proses penyembuhan sehingga dapat sembuh secara primer.
  2. Jahitan Kontinyu yaitu jahitan dengan sejumlah penjahitan dari seluruh luka dengan menggunakan satu benang yang sama dan disimpulkan pada akhir jahitan serta dipotong setelah dibuat simpul. Digunakan untuk menjahit peritonium kulit, subcutis dan organ.
  3. Jahitan Simpul/Kerat/Knot, yaitu merupakan tehnik ikatan yang mengakhiri suatu jahitan. Digunakan untuk memperkuat dan mempertahankan jahitan luka sehingga jahitan tidak terlepas atau mengendor. Yang dimaksud dengan jerat adalah pengikatan satu kali, sedang simpul adalah pengikatan dengan dua jerat atau lebih.

Jenis–Jenis Benang yang Digunakan dalam Penjahitan

  1. Seide (Silk/Sutra): Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak diserap oleh tubuh. Pada penggunaan disebelah luar, maka benang harus dibuka kembali. Berguna untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri besar. Ukuran yang sering digunakan adalah nomor 2 nol 3 nol, 1 nol dan nomor 1.
  2. Plain Catgut: Bersifat dapat diserap tubuh, penyerapan berlangsung dalam waktu 7–10 hari dan warnanya putih kekuningan. Berguna untuk mengikat sumber pendarahan kecil, menjahit subcutis dan dapat pula digunakan untuk bergerak dan luas lukanya kecil. Benang ini harus dilakukan penyimpulan 3 kali karena dalam tubuh akan mengembang. Bila penyimpulan dilakukan hanya 2 kali akan terbuka kembali.
  3. Chromic Catgut: Bersifat dapat diserap oleh tubuh, penyerapannya lebih lama yaitu sampai 20 hari. Chromic Catgut biasanya menyebabkan reaksi inflamasi yang lebih besar dibandingkan dengan plain catgut. Berguna untuk penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari dan bila mobilitas harus segera dilakukan.

Komplikasi Menjahit Luka

  1. Overlapping:  Terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga luka menjadi tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan yang lambat dan apabila sembuh maka hasilnya akan buruk.
  2. Nekrosis: Jahitan yang terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi sehingga menyebabkan kematian jaringan.
  3. Infeksi: Infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka yang telah terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih tertinggal.
  4. Perdarahan: Terapi antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi.
  5. Hematoma: Terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan tidak dilakukan ligasi/pengikatan sehingga perdarahan terus berlangsung dan menyebabkan bengkak.
  6. Dead space (ruang/rongga mati): Yaitu adanya rongga pada luka yang terjadi karena penjahitan yang tidak lapis demi lapis.
  7. Sinus: Bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus, biasanya ada jahitan multifilament yaitu benang pada dasar sinus yang bertindak sebagai benda asing.
  8. Dehisensi: Adalah luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan karena jahitan yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang yang buruk.
  9. Abses: Infeksi hebat yang telah menghasilkan produk pus/nanah.

Teknik Penjahitan Luka, Selengkapnya

Materi PPT: Teknik Penjahitan Luka