Konsep Dasar Perawatan Luka dalam Praktik Kebidanan

A. Pengertian Luka

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit (Taylor, 1997). Sedangkan menurut Kozier (1995), luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Keadaan luka dapat dilihat dari berbagai sisi, sebagai berikut:
1. Rusak tidaknya jaringan yang ada pada permukaan
2. Sebab terjadinya luka
3. Luas permukaan luka
4. Ada atau tidaknya mikroorganisme.
Sedangkan ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel.

B. Jenis-Jenis Luka

C. Fase Penyembuhan Luka

D. Prinsip Penyembuhan Luka

Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997), yaitu:
1. Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang
2. Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga
3. Respon tubuh secara sistemik pada trauma
4. Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
5. Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme
6. Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.

E. Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Penyembuhan Luka

F. Komplikasi Penyembuhan Luka

G. Macam-macam Luka dalam Praktek Kebidanan

Jenis luka berdasarkan penyebabnya yang sering dijumpai dalam praktik kebidanan adalah luka mekanik: luka insisi (incised wound) dan luka gores (lacerated wound). Luka insisi karena pembedahan dapat dijumpai pada kasus: kelahiran bayi dengan section caesarea, masektomi, laparotomi (pada kasus: histerektomi, tubektomi, miomektomi, dll), dan kasus yang lain. Sedangkan luka gores terjadi pada kasus luka di jalan lahir (mukosa vagina, perineum) dan atau pada cerviks karena kelahiran bayi. Jenis luka gores dapat juga terjadi pada kasus robekan uterus karena tetania uteri. Luka pada perineum yang disengaja untuk melebarkan jalan lahir atau disebut episiotomy, termasuk dalam jenis luka insisi.

H. Perawatan Luka dalam Praktek Kebidanan

Perawatan luka dalam praktik kebidanan pada dasarnya sama dengan perawatan luka pada umumnya. Lebih jelasnya akan dijelaskan pada poin ketiga tentang perawatan luka operasi. Hal yang berbeda adalah perlakuan pada kasus luka gores (lacerated wound): luka pada uterus, cerviks, mukosa vagina dan perineum, yang meliputi teknik penjahitan yang dilakukan dan perawatan luka.

I. Referensi

Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta, EGC.

Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah. Jakarta, EGC.

Johnson, Ruth, Taylor. 1997. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta, EGC.

Kaplan NE, Hentz VR. 1992. Emergency Management of Skin and Soft Tissue Wounds, An Illustrated Guide. USA, Boston, Little Brown.

Kozier, Barbara. 1995. Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.

Oswari E. 1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta, Gramedia.

Potter. 2000. Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Samba, Suharyati. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta, EGC.

TEKNIK PENJAHITAN LUKA

Teknik Jahit

Teknik penjahitan yang digunakan dalam menjahit luka disesuaikan dengan keadaan/ kondisi luka dan tujuan penjahitan. Secara umum, teknik penjahitan dibedakan menjadi :

a.     Simple Interupted Suture (Jahitan Terputus/Satu-Satu)

Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan apabila tidak ada teknik penjahitan lain yang memungkinkan untuk diterapkan. Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak karena tiap jahitan saling menunjang satu dengan lain. Digunakan juga untuk jahitan situasi. Cara jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di tempat yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakannya.

Teknik jahitan terputus sederhana dilakukan sebagai berikut:

1)     Jarum ditusukkan jauh dari kulit sisi luka, melintasi luka dan kulit sisi lainnya, kemudian keluar pada kulit tepi yang jauh, sisi yang kedua.

2)     Jarum kemudian ditusukkan kembali pada tepi kulit sisi kedua secara tipis, menyeberangi luka dan dikeluarkan kembali pada tepi dekat kulit sisi yang pertama

3)     Dibuat simpul dan benang diikat.

b.     Running Suture/ Simple Continous Suture (Jahitan Jelujur)

Jahitan jelujur menempatkan simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua simpul. Bila salah satu simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasil kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar, dan sebaiknya tidak dipakai untuk menjahit kulit.

Teknik jahitan jelujur dilakukan sebagai berikut:

1)     Diawali dengan menempatkan simpul 1 cm di atas puncak luka yang terikat tetapi tidak dipotong

2)     Serangkaian jahitan sederhana ditempatkan berturut-turut tanpa mengikat atau memotong bahan jahitan setelah melalui satu simpul

3)     Spasi jahitan dan ketegangan harus merata, sepanjang garis jahitan

4)     Setelah selesai pada ujung luka, maka dilakukan pengikatan pada simpul terakhir pada akhir garis jahitan

5)     Simpul diikat di antara ujung ekor dari benang yang keluar dari luka/ penempatan jahitan terakhir.

c.     Running Locked Suture (Jahitan Pengunci/ Jelujur Terkunci/ Feston)

Jahitan jelujur terkunci merupakan variasi jahitan jelujur biasa, dikenal sebagai stitch bisbol  àkarena penampilan akhir dari garis jahitan berjalan terkunci. Teknik ini biasa digunakan untuk menutup peritoneum. Teknik jahitan ini dikunci bukan disimpul, dengan simpul pertama dan terakhir dari jahitan jelujur terkunci adalah terikat.

Cara melakukan penjahitan dengan teknik ini hampir sama dengan teknik jahitan jelujur, bedanya pada jahitan jelujur terkunci dilakukan dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, sebelum beralih ke tusukan berikutnya.

d.     Subcuticuler Continuous Suture (Subkutis)

Jahitan subkutis dilakukan untuk luka pada daerah yang memerlukan kosmetik, untuk menyatukan jaringan dermis/ kulit. Teknik ini tidak dapat diterapkan untuk jaringan luka dengan tegangan besar.

Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di bawah jaringan dermis sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang terletak di dekat kedua ujung luka. Hasil akhir pada teknik ini berupa satu garis saja. Teknik ini dilakukan sebagai berikut :

a)     Tusukkan jarum pada kulit sekitar 1-2 cm dari ujung luka keluar di daerah dermis kulit salah satu dari tepi luka

b)     Benang kemudian dilewatkan pada jaringan dermis kulit sisi yang lain, secara bergantian terus menerus sampai pada ujung luka yang lain, untuk kemudian dikeluarkan pada kulit 1-2 cm dari ujung luka yang lain

c)     Dengan demikian maka benang berjalan menyusuri kulit pada kedua sisi secara parallel di sepanjang luka tersebut.

e.     Mattress Suture (Matras : Vertikal dan Horisontal)

Jahitanmatras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan matras horizontal. Prinsip teknik penjahitan ini sama, yang berbeda adalah hasil akhir tampilan permukaan. Teknik ini sangat berguna dalam memaksimalkan eversi luka, mengurangi ruang mati, dan mengurangi ketegangan luka. Namun, salah satu kelemahan teknik penjahitan ini adalah penggarisan silang.Risiko penggarisan silang lebih besar karena peningkatan ketegangan di seluruh luka dan masuknya 4 dan exit point dari jahitan di kulit.

Teknik jahitan matras vertical dilakukan dengan menjahit secara mendalam di bawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.

Teknik jahitan matras horizontal dilakukan dengan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. keuntungannya adalah memberikan hasil jahitan yang kuat.

Waktu yang dianjurkan untuk menghilangkan benang ini adalah 5-7 hari (sebelum pembentukan epitel trek jahit selesai) untuk mengurangi risiko jaringan parut. Penggunaan bantalan pada luka, dapat meminimalkan pencekikan jaringan ketika luka membengkak dalam menanggapi edema pascaoperasi. Menempatkan/mengambil tusukan pada setiap jahitan secara tepat dan  simetris sangat penting dalam teknik jahitan ini.

Notes: Tulisan ini dilengkapi tautan video (Youtube), klik di sub judul teknik penjahitan.

PENJAHITAN LUKA

Oleh: Gita Kostania

Penjahitan Luka

Jahitan digunakan untuk hemostasis atau untuk menghubungkan struktur anatomi yang terpotong (Sabiston,1995). Menurut Sodera dan Saleh (1991), jahitan merupakan hasil penggunaan bahan berupa benang untuk mengikat atau ligasi pembuluh darah dan menghubungkan antara dua tepi luka. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penjahitan merupakan tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong untuk mencegah pendarahan dengan menggunakan benang.

Prinsip Umum Penjahitan Luka

Menurut Brown (1995), prinsip–prinsip umum yang harus dilaksanakan dalam penjahitan luka laserasi adalah sebagai berikut :

  1. Penyembuhan akan terjadi lebih cepat bila tepi-tepi kulit dirapatkan satu sama lain dengan hati-hati.
  2. Tegangan dari tepi–tepi kulit harus seminimal mungkin atau kalau mungkin tidak ada sama sekali. Ini dapat dicapai dengan memotong atau merapikan kulit secara hati–hati sebelum dijahit.
  3. Tepi kulit harus ditarik dengan ringan, ini dilakukan dengn memakai traksi ringan pada tepi–tepi kulit dan lebih rentan lagi pada lapisan dermal daripada kulit yang dijahit.
  4. Setiap ruang mati harus ditutup, baik dengan jahitan subcutaneus yang dapat diserap atau dengan mengikutsertakan lapisan ini pada waktu mmenjahit kulit.
  5. Jahitan halus tetapi banyak yang dijahit pada jarak yang sama lebih disukai daripada jahitan yang lebih besar dan berjauhan.
  6. Setiap jahitan dibiarkan pada tempatnya hanya selama diperlukan. Oleh karena itu jahitan pada wajah harus dilepas secepat mungkin (48 jam–5 hari), sedangkan jahitan pada dinding abdomen dan kaki harus dibiarkan selama 10 hari atau lebih.
  7. Semua luka harus ditutup sebersih mungkin.
  8. Pemakaian forsep dan trauma jaringan diusahakan seminimal mungkin.

Menurut Sodera dan Saleh (1991), penjahitan merupakan suatu cara menjahit untuk mendekatkan  atau menghubungkan dua tepi luka. Dapat dibedakan menjadi :

  1. Jahitan Primer (primary Suture Line) adalah jahitan yang digunakan untuk mempertahankan kedudukan tepi luka yang saling dihubungkan selama proses penyembuhan sehingga dapat sembuh secara primer.
  2. Jahitan Kontinyu yaitu jahitan dengan sejumlah penjahitan dari seluruh luka dengan menggunakan satu benang yang sama dan disimpulkan pada akhir jahitan serta dipotong setelah dibuat simpul. Digunakan untuk menjahit peritonium kulit, subcutis dan organ.
  3. Jahitan Simpul/Kerat/Knot, yaitu merupakan tehnik ikatan yang mengakhiri suatu jahitan. Digunakan untuk memperkuat dan mempertahankan jahitan luka sehingga jahitan tidak terlepas atau mengendor. Yang dimaksud dengan jerat adalah pengikatan satu kali, sedang simpul adalah pengikatan dengan dua jerat atau lebih.

Jenis–Jenis Benang yang Digunakan dalam Penjahitan

  1. Seide (Silk/Sutra): Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan perekat, tidak diserap oleh tubuh. Pada penggunaan disebelah luar, maka benang harus dibuka kembali. Berguna untuk menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri besar. Ukuran yang sering digunakan adalah nomor 2 nol 3 nol, 1 nol dan nomor 1.
  2. Plain Catgut: Bersifat dapat diserap tubuh, penyerapan berlangsung dalam waktu 7–10 hari dan warnanya putih kekuningan. Berguna untuk mengikat sumber pendarahan kecil, menjahit subcutis dan dapat pula digunakan untuk bergerak dan luas lukanya kecil. Benang ini harus dilakukan penyimpulan 3 kali karena dalam tubuh akan mengembang. Bila penyimpulan dilakukan hanya 2 kali akan terbuka kembali.
  3. Chromic Catgut: Bersifat dapat diserap oleh tubuh, penyerapannya lebih lama yaitu sampai 20 hari. Chromic Catgut biasanya menyebabkan reaksi inflamasi yang lebih besar dibandingkan dengan plain catgut. Berguna untuk penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari dan bila mobilitas harus segera dilakukan.

Komplikasi Menjahit Luka

  1. Overlapping:  Terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga luka menjadi tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan yang lambat dan apabila sembuh maka hasilnya akan buruk.
  2. Nekrosis: Jahitan yang terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi sehingga menyebabkan kematian jaringan.
  3. Infeksi: Infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka yang telah terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih tertinggal.
  4. Perdarahan: Terapi antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi.
  5. Hematoma: Terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan tidak dilakukan ligasi/pengikatan sehingga perdarahan terus berlangsung dan menyebabkan bengkak.
  6. Dead space (ruang/rongga mati): Yaitu adanya rongga pada luka yang terjadi karena penjahitan yang tidak lapis demi lapis.
  7. Sinus: Bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus, biasanya ada jahitan multifilament yaitu benang pada dasar sinus yang bertindak sebagai benda asing.
  8. Dehisensi: Adalah luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan karena jahitan yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang yang buruk.
  9. Abses: Infeksi hebat yang telah menghasilkan produk pus/nanah.

Teknik Penjahitan Luka, Selengkapnya

Materi PPT: Teknik Penjahitan Luka

Perilaku dan Social Budaya yang Berpengaruh pada Pelayanan Kebidanan Komunitas

Status

O’readers, sebagai bidan yang bertugas di komunitas, hal-hal yang berkaitan dengan sosial-budaya merupakan suatu masalah yang pasti kadang kala menjadi kendala dalam melakukan tugas sebagai bidan. Kali ini, mari kita bahas tentang hal ini.

Animation (7)

Perilaku kesehatan merupakan salah satu factor perantara pada derajat kesehatan. Perilaku yang dimaksud adalah meliputi semua perilaku seseorang atau masyarakat yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, angka kesakitan dan angka kematian. Beberapa perilaku dan aspek social budaya yang mempengaruhi pelayanan kebidanan di komunitas diantaranya :

  • Hamil, perilaku social budaya di masyarakat selama kehamilan :
  1. Upacara-upacara yang dilakukan untuk mengupayakan keselamatan bagi janin dalam prosesnya menjadi bayi hingga saat kelahirannya à mitoni, procotan, brokohan
  2. Mengidam à panas dingin
  3. Larangan masuk hutan
  4. Pantangan keluar saat maghrib
  5. Pantangan manjalin rambut karena bisa menyebabkan lilitan tali pusat
  6. Manggunakan jimat saat bepergian

Peran bidan di komunitas terhadap perilaku selama kehamilan :

  1. KIE tentang keEsaan Tuhan à segala sesuatu sudah diatur Tuhan YME
  2. KIE tentang kehamilan yang sehat à ANC teratur, mengkonsumsi makanan bergizi, membatasi aktivitas fisik
  3. Pendekatan dengan tokoh masyarakat untuk mengubah tradisi negative yang dapat berpengaruh buruk terhadap kehamilan.
  • Persalinan, perilaku social budaya di masyarakat selama persalinan :
  1. Bayi laki-laki adalah penerus keluarga, akan membawa nama baik
  2. Bayi perempuan adalah penghasil keturunan
  3. Memasukkan minyak ke dalam vagina, melepas ikatan rambut, meniup kepala/ubun-ubun saat mengedan à supaya persalinan dapat berjalan lancar
  4. Melahirkan di tempat terpencil hanya dengan dukun.

Peran bidan di komunitas terhadap perilaku selama persalinan :

  1. Bekerjasama dengan dukun setempat
  2. KIE tentang tempat persalinan, proses persalinan, perawatan selama dan pasca persalinan
  3. KIE tentang hygiene personal dan hygiene persalinan
  4. Nifas dan bayi baru lahir, perilaku social budaya di masyarakat selama nifas dan bayi baru lahir :
    • Pantang makan makanan yang amis à ikan, telur, daging
    • Pantang makan makanan yang pedas dan asin
    • Tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari setelah melahirkan
    • Minum jamu dapat melancarkan produksi ASI
    • Menaruh ramuan pada tali pusat
    • Upacara adat : brokohan, sepasaran, selapanan.

Peran bidan di komunitas terhadap perilaku masa nifas dan bayi baru lahir :

  1. KIE tentang perilaku positif dan negative
  2. KIE tentang masa nifas
  3. KIE tentang perawatan bayi baru lahir.

Nah, kira-kira ini yang bisa admin tulis. Tiap daerah pastinya berbeda-beda masalah dan kendalanya. Bisa share di sini. Kamsan hamnida…

UNSAFE ABORTION

Status

Unsafe abortion atau aborsi yang tidak aman adalah upaya terminasi kehamilan muda, dimana pelaksana tindakan tersebut tidak mempunyai cukup keahlian dan prosedur standar yang aman, sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien. Sedangkan menurut WHO (1998), unsafe abortion adalah prosedur penghentian kehamilan oleh tenaga kurang terampil (tenaga medis/non medis), alat tidak memadai, dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

Abortion

Beberapa alasan wanita melakukan unsafe abortion, diantaranya:

  1. Alasan kesehatan –> ibu tidak cukup sehat untuk hamil
  2. Alasan psikososial –> ibu tidak ingin punya anak lagi
  3. Kehamilan di luar nikah
  4. Masalah ekonomi –> menambah anak akan menambah beban keluarga
  5. Kahamilan yang terjadi akibat perkosaan
  6. Kegagalan pemakaian alat kontrasepsi

Atas alasan apapun, tindakan aborsi tidak dibenarkan dalam agama apapun (kecuali apabila kehamilan membahayakan nyawa ibu), apalagi aborsi yang tidak aman. Berikut adalah dampak tindakan unsafe abortion

  1. Dampak social –> biaya lebih banyak, dilakukan secara sembunyi-sembunyi
  2. Dampak kesehatan –> bahaya bagi ibu bisa terjadi perdarahan dan infeksi
  3. Dampak psikologis –> trauma

 

Sebagai seorang bidan, peran dalam upaya mencegah unsafe abortion, yaitu:

  1. Sex education
  2. Bekerjasama dengan tokoh agama, untuk pendidikan keagamaan
  3. Peningkatan sumber daya manusia
  4. Penyuluhan tentang aborsi dan bahayanya.

 

 

 

KEHAMILAN REMAJA

Status

Unwanted_pregnancy_by_Zeggolisko

Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi pada remaja yang merupakan akibat perilaku seksual baik disengaja (sudah menikah) atau tidak disengaja (belum menikah). Kehamilan remaja disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

> Factor agama dan iman

Kurangnya penanaman nilai-nilai agama sejak dini dan tipisnya iman remaja, akan berdampak pada terjerumusnya remaja pada pergaulan bebas.

> Factor lingkungan

  1. Orang tua –> Peran orang tua dalam keluarga, terutama perkembangan anak/remaja, sangat penting. Peran dan perhatian orang tua sangat berpengaruh pada perkembangan mental anak. Perhatian, cinta dan kasih sayang orang tua sangat dibutuhkan anak pada masa remaja, yang mana pada masa ini remaja sedang mencari jati dirinya. Sehingga apabila anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua, anak mencari sosok pengganti yang dapat memberikan perhatian dan kasih sayang seperti yang anak harapkan.
  2. Pendidikan seks yang kurang dari orang tua dan keluarga –>Komunikasi yang lebih terbuka antara anak dan orang tua, dapat berperan penting dalam pemantauan perilaku anak di masyarakat. Informasi yang cukup tentang seksualitas yang anak dapatkan dari orang tua, dapat meminimalisasi keingintahuan anak untuk mengakses informasi di luar rumah ( internet, media cetak, teman sebaya, maupun pacar ).
  3. Teman, tetangga dan media –>Pergaulan yang salah dan penyalahgunaan media dapat menyebabkan perubahan pola pikir pada remaja tentang seks, sehingga menreka menganggap bahwa seks pranikah adalah suatu hal yang lazim.

> Perkembangan IPTEK yang tidak didasari dengan perkembangan mental yang kuat

Dengan adanya kemajuan di bidang IPTEK, memudahkan remaja untuk mengakses informasi tentang seks. Apabila hal ini tidak didasari dengan perkembangan mental yang kuat, maka dapat membuat para remaja terjerumus dalam pergaulan yang salah, yang dapat mengarah pada pergaulan bebas.

> Minimnya pengetahuan dan rasa ingin tahu yang berlebihan

Pengetahuan tentang seksualitas yang minim atau setengah-setengah, dapat menyebabkan meningkatnya rasa keingintahuan pada remaja. Sehingga hal ini mendorong remaja untuk mencari informasi tentang seksualitas dari sumber-sumber yang mudah mereka dapatkan, seperti : teman sebaya, buku, majalah, internet, video, dll. Rasa keingintahuan yang besar juga dapat menjadi stimulus remaja untuk melakukan hubungan seksual di luar nikah. Pengetahuan yang minim tentang kehamilan pada remaja dan infeksi menular seksual, mengakibatkan seks yang tidak aman serta terjadinya kehamilan remaja.

> Perubahan zaman

System nilai dan moralitas dapat berubah seiring dengan perubahan zaman. Hal ini juga berdampak pada persepsi remaja tentang pergaulan. Sebagian remaja menganggap bahwa pergaulan bebas merupakan suatu hal wajar, karena sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagian remaja menganggap bahwa trend berpacaran adalah suatu hal yang normal, seks di luar nikah bukan suatu hal yang tabu untuk dilakukan. Persepsi yang salah tentang seks inilah yang akhirnya menjadikan kehamilan pada remaja semakin tahun jumlahnya semakin meningkat.

> Usia pubertas yang semakin cepat

Pubertas mengakibatkan perubahan kadar hormone, dan mengakibatkan meninggatnya kadar hormone seksual. Peningkatan usia pubertas apabila tidak diimbangi dengan penyaluran seksual yang tepat, mka akan berakibat pada seks dini dan kehamilan usia dini.

Kehamilan pada remaja, terutama pada kasus hehamilan yang tidak disengaja, akan menimbulkan beberapa dampak, yaitu:

Psikologis

  1. Perasaan tertekan karena mendapat cercaan dari teman, keluarga atau lingkungan masyarakat
  2. Tersisih dari pergaulan, karena dianggap belum mampu membawa diri
  3. Remaja yang masih sekolah akan putus sekolah, dan yang sudah bekerja terancam kehilangan pekerjaannya –> putus asa kerena kehamilannya mengancam masa depannya.

Fisik

  1. Kehamilan remaja berisiko à kematian ibu, preeklamsi-eklamsi, anemia, BBLR, abortus, kelahiran preterm dan kematian bayi.
  2. Kehamilan disertai infeksi menular seksual
  3. Saat persalinan sering memerlukan tindakan medis
  4. Janin dapat mengalami kelainan congenital
  5. Kematian maternal dan perinatal pada kehamilan remaja lebih tinggi dibanding pada usia reproduksi sehat ( 20 – 35 tahun ).

Apabila direnungkan kembali, kehamilan remaja lebih banyak dampak negatif yang ditimbulkan daripada dampak positifnya. Untuk mencegah terjadinya kehamilan remaja, maka upaya yang dilakukan adalah :

  1. Tidak melakukan aktifitas seksual sebelum menikah
  2. Melakukan kegiatan positif
  3. Menghindari perilaku seks bebas
  4. Meningkatkan iman dan taqwa
  5. Bagi remaja yang sudah menikah, menunda kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi.

Untuk mengendalikan masalah kehamilan remaja, upaya yang dilakukan adalah:

Sebelum terjadi kehamilan

  1. Menjaga kesehatan reproduksinya dengan aman
  2. Menghindari seks bebas
  3. Menghindari multipartnerseks
  4. Pendidikan seksual sejak dini
  5. Meningkatkan iman dan taqwa
  6. Mengunakan alkon darurat

Setelah terjadi kehamilan

  1. Membiarkan janin tetap hidup sampai lahir
  2. Menikahkan remaja yang hamil
  3. Remaja diperbolehkan merawat anaknya
  4. Dapat dilakukan terminasi kehamilan pada kasus-kasus tertentu.

Sekiranya dengan tulisan ini, semoga kehamilan remaja dan ataupun hubungan seksual pada remaja (konteks: seks diluar nikah), dapat menurunkan angka kejadiannya. Setidaknya sebagai remaja, tetap menjaga identitas ketimuran, dan menjunjung tinggi keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME, agar hal tersebut tidak terjadi pada diri kita, ataupun saudara-saudara kita dan masyarakat luas pada umumnya.

 

PENYEBAB KEMATIAN IBU

Status

Pada bahasan kali ini, admin akan membahas mengenai kematian ibu. Kematian ibu yang dimaksud adalah kematian yang terjadi pada ibu hamil, ibu yang sedang mengalami proses persalinan, maupun ibu nifas.

ibu-dan-bayi

Kematian ibu/ maternal mortality, merupakan salah satu indikator dari kesejahteraan suatu bangsa. Hal ini karena apabila ditinjau dari penyebabnya, kematian ibu merupakan suatu permasalahan yang kompleks. Penyebab kematian ibu telah dirinci menjadi dua, yaitu penyebab langsung adan penyebab tidak langsung.

Penyebab langsung

  1. Perdarahan (42%)
  2. Eklampsi/Preeklampsi (13%)
  3. Abortus (11%)
  4. Infeksi (10%)
  5. Partus lama/persalinan macet (9%)
  6. Penyebab lain (15%)

Penyebab tidak langsung

  1. Pendidikan –> pendidikan ibu berpengaruh pada sikap dan perilaku dalam pencapaian akses informasi yang terkait dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ibu. Masih banyak ibu dengan pendidikan rendah terutama yang tinggal di pedesaan yang menganggap bahwa kehamilan dan persalinan adalah kodrat wanita yang harus dijalani sewajarnya tanpa memerlukan perlakuan khusus (pemeriksaan dan perawatan).
  2. Sosial ekonomi dan social budaya yang masih rendah –> pengaruh budaya setempat masih sangat berkaitan dengan pengambilan keputusan ibu dalam upaya  pemeliharaan dan peningkatan kesehatan ibu. Contoh : budaya Indonesia mengutamakan kepala keluarga untuk mendapat makanan bergizi, dan ibu hamil hanya sisanya.
  3. Empat (4) terlalu dalam melahirkan : Terlalu muda (batasan reproduksi sehat 20 – 35 tahun); Terlalu tua (kehamilan berisiko pada usia di atas 30 tahun); Terlalu sering (jarak ideal untuk melahirkan : 2 tahun); Terlalu banyak (jumlah persalinan di atas 4).
  4. Tiga (3) terlambat
  • Terlambat mengambil keputusan à sering dijumpai pada masyarakat kita, bahwa pengambil keputusan bukan di tangan ibu, tetapi pada suami atau orang tua, bahkan pada orang yang dianggap penting bagi keluarga. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam penentuan tindakan yang akan dilakukan dalam kasus kebidanan yang membutuhkan penanganan segera. Keputusan yang diambil tidak jarang didasari atas pertimbangan factor social budaya dan factor ekonomi.
  • Terlambat dalam pengiriman ke tempat rujukan à keterlambatan ini paling sering terjadi akibat factor penolong (pemberi layanan di tingkat dasar).
  • Terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan à keterlambatan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan merupakan masalah di tingkat layanan rujukan. Kurangnya sumber daya yang memadai, sarana dan prasarana yang tidak mendukung dan kualitas layanan di tingkat rujukan, merupakan factor penyebab terlambatnya upaya penyelamatan kesehatan ibu.

Sampai saat ini AKI di Indonesia dirasa masih tinggi, apabila dibandingkan dengan negara yang lain. Adapun hal-hal yang menyebabkan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), adalah:

  1. Angka kematian yang ada saat ini tidak mencerminkan kondisi sat ini, karena SDKI menggambarkan data 5 tahun yang lalu
  2. Terbatasnya pelayanan kesehatan ibu meliputi tenaga dan sarana, serta belum optimalnya keterlibatan swasta
  3. Terbatasnya kualitas tenaga kesehatan untuk pelaksanaan kegiatan responsif gender, meliputi : antenatal yang terintegrasi, pertolongan persalinan, penanganan komplikasi kebidanan, dan keluarga berencana.
  4. Belum adanya sistem pelayanan kesehatan yang sesuai untuk daerah terpencil : belum ada regulasi untuk memberikan kewenangan yang lebih untuk tindakan medis khusus, terbatasnya insentif untuk tenaga kesehatan, dan terbatasnya sarana/dana untuk transportasi (kunjungan dan rujukan)
  5. Kurangnya dana operasional untuk pelayanan kesehatan ibu, terutama untuk daerah terpencil
  6. Kurang optimalnya pemberdayaan masyarakat : ketidaksetaraan gender, persiapan persalinannya dan dalam menghadai kondisi gawat darurat (mandiri) di tingkatan desa
  7. Belum optimalnya perencanaan terpadu lintas sektor dan lintas program untuk percepatan penurunan angka kematian ibu.

Making Pregnancy Safer (MPS) merupakan pendekatan yang dikembangkan untuk menurunkan angka kematian ibu. Tiga (3) pesan kunci dalam MPS yang perlu diperhatikan adalah :

  1. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
  2. Setiap komplikasi obstetric dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat (memadai)
  3. Setiap wanita subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

Kegiatan yang dilakukan dalam upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) :

  1. Peningkatan kualitas dan cakupan layanan, meliputi :
    • Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan à penyediaan tenaga kesehatan di desa, penyediaan fasilitas pertolongan persalinan di polindes/pustu/puskesmas, kemitraan bidan dengan dukun bayi, pelatihan bagi nakes.
    • Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai standar à bidan desa di polindes, pustu, puskesmas dengan fasilitas PONED dan PONEK.
    • Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran à KIE untuk mencegah 4 terlalu, pelayanan KB berkualitas.
    • Pemantapan kerjasama lintas program dan lintas sektoral à menjalin kemitraan dengan pemda, organisasi profesi, dan swasta.
    • Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat à meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya, pencegahan keterlambatan dan penyediaan buku KIA ; kesiapan keluarga dan masyarakat dalam menghadapi persalianan dan kegawatdaruratan ; pencegahan 4 terlalu ; penyediaan dan pemanfaatan yankes ibu dan bayi.
  2. Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program melalui peningkatan kemampuan pengelola program, agar mampu melaksanakan, merencanakan dan mengevaluasi kegiatan sesuai kondisi daerah.
  3. Sosialisasi dan advokasi melalui penyusunan hasil informasi cakupan program dan data informasi tentang masalah yang dihadapi daerah sebagai substansi untuk sosialisasi dan advokasi.

Sudah menjadi tugas kita semua untuk membantu menurunkan AKI, tidak hanya tenaga kesehatan, tapi semua anggota masyarakat. Ibu adalah ujung tombak majunya suatu generasi. Menyelamatkan satu orang ibu berarti bahwa kita juga menyelamatkan satu generasi.