Melahirkan Normal Secara Alami (Part 2)

Sebuah kisah tentang pengalaman melahirkan anak ke-2 yang penuh dg kejutan-kejutan indah, Alhamdulillah, MasyaaAlloh, by. Gita Kostania.

BismillahAlhamdulillahilladzi bini’matihi tatimus shalihat.

Kehamilan anak kedua adalah anugerah terindah dari Alloh, rezeki yang tidak disangka-sangka. Bagaimana tidak? kami belum merencanakan untuk punya momongan lagi, umur si kakak masih dibawah 1th. Namun, saya sebagai mama tetap sangat antusias dan tetap “santuy” menjalani proses kehamilan ini. Ya, meskipun kondisi kami belum stabil saat pertama kali saya tahu bahwa saya hamil (lagi), masih berada pada kondisi Long Distance Mariage. Alhamdulillah pada UK sekitar 6 bl, Alloh mengabulkan doa kami, kami sudah tinggal bersama. Oleh karena itulah, fluktuasinya selama kehamilan begitu kentara sekali. Pertama masalah kenaikan berat badan, saat sebelum pindah kenaikan berat badan terjaga, tapi setelah pindah… SubhannAlloh, kenaikan BB itu begitu bermakana. Jujur pengalaman kenaikan BB kehamilan anak pertama yang begitu fantastis, sempat membuat saya berazzam tidak akan mengulanginya lagi, hamil harus “diit”. Namun, kenyataannya? kehamilan kedua lebih fantastis, terutama memasuki UK 7 bl. Kedua masalah adaptasi di tempat baru yang juga membawa dampak pada keadaan psikologis. Masalah ini menyebabkan asupan makanan yang tidak terkontrol dan kurangnya aktivitas fisik. Jadi masalah pertama dan kedua, saling berhubungan. Nah, dengan kenaikan BB yang tidak terkontrol inilah yang mengakibatkan kenaikan BB janin yang tidak terkendali, ya… janin besar. TBJ berdasarkan hasil USG di TM 3 selalu lebih. Dokter selalu mengatakan untuk “diit”. Sampai akhir kehamilanpun tetap sama. Apakah ini yang menjadi akar masalah pada proses persalinan anak kedua saya? Baca terus sampai selesai ya…

Kamis, 3 September 2020

ANC terakhir di dokter, oleh dr. Novina, Sp.OG, TBJ 3400. Beliau menganjurkan untuk diit karena termasuk janin besar. Saat itu UK 38 minggu. Ya, sudah aterm, namun belum ada tanda-tanda persalinan, dan kepala juga belum masuk PAP. Namun saya santai saja karena ini kehamilan kedua. Apakah saya diit (mengatur pola makan) lebih ekstra? Heheee… Saya tetap makan biasa.

Selasa, 8 September 2020

ANC terakhir di bidan, oleh bidan Rina, UK memasuki 39 mg, TBJ 3700 gram. Sama, beliau juga menganjurkan untuk diit karena termasuk janin besar. Menjelang HPL tanggal 17 September 2020, saya lebih intense untuk “latihan fisik”: jalan-jalan mengelilingi lapangan, berenang, dan “bermain” gym ball.

Sabtu, 12 September 2020

Mulai pagi saya sudah mengelilingi lapangan Rampal sebanyak 2 kali putaran, dilanjutkan sorenya berenang di Songgoriti sambil relaksasi.

Ahad, 13 September 2020

00.30 –> Kontraksi pertama saya rasakan, saya observasi dalam satu jam, dan ternyata benar ini kontraksi persalinan. Dalam satu jam ada dua kali kontraksi, yang semakin lama semakin sering dan semakin sakit. Sampai subuh, saya sudah tidak bisa tidur. Paginya saya tetap menjalankan aktivitas seperti biasanya.

11.00 –> Kontraksi sudah mulai membuat saya tidak nyaman, namun saya tetap beraktivitas seperti biasa. Setiap kontraksi datang, gym ball selalu jadi sandaran terbaik, sesekali dipijat paksu.

16.00 –> Kontraksi sudah semakin sering, semakin sakit saya rasakan, 2x/10’/20-30″. Namun saya masih bertahan di rumah, karena saya meyakini masih dalam fase latent. Lendir darah belum keluar, hanya lendir putih.

18.00 –> Setelah sholat maghrib, lendir darah keluar. Kontraksi 2x/10’/20-30″. Meskipun rasa sakit belum terasa sekali, kami memutuskan untuk “periksa” ke bidan, berangkat dari rumah pukul 19.00.

20.30 –> Hasil VT pembukaan 3cm, portio tebal lunak, kepala sudah masuk PAP. Kondisi janin baik.

Senin, 14 September 2020

01.00 –> Kontraksi 2x/10’/30-40″. Hasil evaluasi VT pembukaan 5cm. Saya masih bisa tidur, sesekali ada kontraksi, saya bersandar pada gym ball. Paksu ke mana? Mendampingi saya di ruang observasi, bobok manis ^_^.

06.00 –> Kontraksi 2x/10’/30-40″. Hasil evaluasi VT pembukaan masih tetap 5cm, kepala janin masih tinggi, keadaan janin baik. Apakah saya panik? Saat itu perasaan saya biasa saja, saya optimis dan yakin bisa melahirkan normal. Saya didampingi paksu untuk berjalan-jalan di sekitar klinik bidan. Jujur saat kontraksi datang, saya sudah merasakan sakit, apalagi saat itu kondisi saya sedang jalan-jalan keliling komplek. Kegiatan ini saya lakukan hanya dalam waktu 30 menit. Setelahnya saya kembali lagi ke ruang observasi menggunakan gym ball untuk mengatasi rasa sakit.

12.00 –> Kontraksi 2x/10’/>45″. Saya meminta bidan untuk tidak melakukan evaluasi dengan periksa dalam, meskipun kontraksi sudah sangat mengganggu kenyamanan saya. Bidan pelaksana di klinik bidan Rina membantu saya dalam mengurangi nyeri persalinan dengan massage punggung bawah. Selama kala I dimulai (sejak malam) saya selalu menerapkan teknik relaksasi nafas dalam sambil berdzikir dan afirmasi positif.

14.00 –> Kontraksi 2x/10’/>60″. Kontraksi begitu nyeri saya rasakan, luar biasa rasa nyerinya jauh berkali-kali lipat dari persalinan anak pertama, hingga saya meminta mba bidan untuk melakukan periksa dalam, hasilnya pembukaan 8cm. Untuk mengatasi rasa nyeri yang semakin lama semakin sakit luar biasa, sesekali saya “meremas” tangan paksu.

16.00 –> Kontraksi 2x/10’/>60″. Saya hampir menyerah karena nyeri yang tidak tertahankan, sehingga saya minta mba bidan untuk evaluasi lagi, hasilnya pembukaan masih 8, namun portio semakin tipis. Saya tetap positif thinking. Tidak ada pikiran negatif sedikitpun saat proses itu berlangsung, meskipun nyerinya sangat luar biasa dan pembukaannya agak “lambat”. Satu hal yang terlintas saat itu adalah: “oh, mungkin karena janinnya besar, jadi proses turunnya memakan waktu”.

16.30 –> Kontraksi 2-3x/10’/>60″. Selama setengah jam ini setiap kontraksi datang, saya tak bisa untuk tetap “diam”, karena sakit yang luar biasa, saya hampir “teriak-teriak”, oleh karenanya saya minta diperiksa lagi, hasilnya pembukaan 9cm. Dari sini saya pindah ke ruang bersalin. Pada saat berada di ruang bersalin, saya menggunakan Peanut Ball untuk membantu membuka panggul dan relaksasi.

16.45 –> Kontraksi 2-3x/10’/>60″. Rasa nyeri tak tertahankan, berkali-kali kontraksi datang saya “teriak” tanpa disadari. Hingga akhirnya mba bidan evaluasi kembali, hasil pembukaan lengkap, kepala masih tinggi, KK (+). Bidan yang mendampingi saya memberikan pilihan apakah KK tetap dipertahankan atau dipecah. Waktu itu saya memilih untuk dilakukan amniotomi. Setelah amniotimi dilakukan, kepala langsung turun saat terjadi kontraksi. Lalu, saya memilih psosisi jongkok pada kala II ini. Posisi ini sangat membantu saya dalam “menurunkan” kepala janin. Tidak banyak tenaga yang keluar untuk mendorong janin hingga crowning. Setelah 30 menit dalam posisi jongkok kepala sudah crowning, maka saya diarahkan untuk berada dalam posisi lithotomi dengan kaki posisi Mc.Robert.

17.24 –> Akhirnya setelah mengedan satu kali dan selanjutnya nafas pendek, maka janin lahir pukul 17.24. Alhamdulillah yaa Alloh… Akhirnya… Bayi laki-laki, sesuai prediksi hasil USG (setiap kali periksa dengan provider yang berbeda-beda). Saat itu langsung dilakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan dilakukan Delayed Cord Clamping selama 2 jam. Sedangkan saya dilakukan penjahitan perineum yang mengalami laserasi Grade 1, luka-luka di mukosa vagina dan kulit perineum. Hecting menggunakan benang Chromic sebanyak 3 simpul sederhana, yang sebelumnya dilakukan anastesi menggunakan Lidocain.

19.30 –> IMD, delayed cord clamping dan observasi PP selama 2 jam selesai. Bayi dilakukan asuhan BBL dan pengukuran antopometri bayi. BB/PB/LK/LD: 4180 gram/ 52 cm/ 34 cm/ 35 cm. Bayi diberikan salep mata dan injeksi vitamin K. Sedangkan saya dibersihkan (sibin), kemudian dipindahkan ke ruang nifas.

Gallery

Gambar: Ruang bersalin Rumah Bidan Rina

Gambar: Ruang Observasi, Sekaligus Ruang Nifas

Gambar: Saat Inisiasi Menyusu Dini dan Delayed Cord Clamping

Gambar: Kakak Saat Pertama Kali Bertemu Adik

Gambar: Baby Born Photo (Umur 1 Hari), Paket Persalinan di Rumah Bidan Rina

Gambar: Rumah Bidan Rina di Lowokwaru, Malang.

Proses persalinan anak kedua bisa dibilang “lama”. Ya, jika diplot di Partograf, dua kali setelah evaluasi pembukaan 5cm sudah melewati garis waspada (baca di sini). Sedangkan pada evaluasi 4 jam setelahnya, sudah melewati garis bertindak. Sesuai dengan ‘teori’, seharusnya persalinan saya adalah persalinan dengan tindakan, karena dijumpai beberapa tanda bahaya (baca di sini). Namun, saya “bersikukuh” untuk tetap melahirkan dengan normal tanpa tindakan (stimulasi persalinan *red.). Apa yang mendasari pilihan saya tersebut? Pertama: keyakinan bahwa proses persalinan adalah suatu hal yang fisiologis, apabila tanpa disertai dengan penyulit dan komplikasi. Kedua: pengalaman persalinan yang lalu. Ketiga: pengalaman memberikan asuhan pada klien2 selama persalinan. Keempat: dukungan penuh provider yang pro normal. Selama proses persalinan berlangsung, keadaan saya dan janin selalu dipantau, hasilnya normal. Lalu, apa yang sebenarnya menyebabkan persalinan saya lama? Kala satu fase aktif selama 15 jam? Kemungkinan adalah karena janin besar (baca di sini). Apabila tidak ada penyulit dan komplikasi persalinan, persalinan tetap dikatakan maju, meskipun tidak sesuai dengan partograf, karena ada progress (kontraksi, pembukaan, penurunan kepala janin). Janin yang besar memerlukan waktu (lebih lama) untuk melakukan proses rotasi (internal) di pelvis (baca di sini). Ditambah, bahwa proses persalinan anak kedua ini berbarengan dengan penurunan kepala janin. Pada proses persalinan anak pertama, penurunan kepala dan awal persalinan berlangsung selama 3 hari (baca di sini), dan fase aktif persalinan berlangsung selama 3 jam. Maka tidak heran jika proses persalinan anak kedua “nampak” lebih lama, karena terjadi perbedaan pada proses penurunan kepala janin, dan berat janin yang dilahirkan.

Pada kala 1 persalinan, dibagi menjadi 2 fase, fase latent dan fase aktif. Pada kala 1 fase latent lamanya tidak dapat ditentukan dan dapat sangat bervariasi antara satu wanita ke wanita lainnya. Namun, lamanya kala 1 fase aktif (dari 5 cm sampai dilatasi serviks penuh) biasanya tidak melebihi 12 jam, dan biasanya tidak diperpanjang
melebihi 10 jam. (WHO INC Guideline, 2018) Berdasarkan statement ini, maka hendaknya para provider tidak bertindak tergesa-gesa dalam memberikan asuhan selama persalinan. Apabila keadaan ibu dan janin baik, tanpa komplikasi dan penyulit persalinan, fasilitasi mereka untuk dapat menjalani proses persalinan senyaman dan sealamiah mungkin. Namun apabila tidak memungkinkan untuk dilanjutkan proses persalinan normal dan alamiah, maka segera lakukan tindakan yang sesuai, juga atas persetujuan klien.

Berdasarkan perhitungan USG terakhir sebelum persalinan (6 hari sebelumnya), TBJ sebesar 3700 gram, akan tetapi ternyata BBL bayi sebesar 4180 gram. Apakah perhitungan TBJ pada USG akurat? dan apakah perhitungan TBJ ini penting dilakukan? Perhitungan TBJ pada USG didasari oleh indikator: diameter biparietal janin, abdomen circumference, dan femur length. Hasil yang didapatkan tidak 100% akurat dan berbeda2 hasilnya antara satu pemeriksa dengan yang lainnya. Dalam rahim, janin terus tumbuh, sehingga waktu 6 hari sudah dapat memberikan penambahan BB yang signifikan. Pengukuran TBJ setiap ANC penting dilakukan sebagai pemantauan (deteksi dini) terhadap adanya penyulit dan komplikasi yang mungkin timbul saat kehamilan maupun persalinan. Dari dua kali pengalaman melahirkan, semuanya mendapatkan berat badan bayi lahir yang melebihi TBJ. Namun persalinan anak kedua ini bagi saya sangat bermakna dan menjadi pembelajaran tersendiri.

Bidan yang membantu persalinan saya terheran-heran saat melihat bahwa saya hanya mengalami laserasi derajat 1 padahal bayi yang dilahirkan >4000 gram. Saat perineum saya diperiksa, beliau mengatakan bahwa perineum saya nampak kaku, namun ternyata elastis. Beberapa faktor penyebab perineum mengalami robekan saat persalinan adalah: persalinan pertama, janin besar, persalinan lama, distosia bahu, dan persalinan dengan tindakan. Robekan perineum dapat dicegah dengan melakukan massage perineum dimulai saat kehamilan >34 minggu, dan melindungi perineum saat persalinan (posisi persalinan, kompres perineum, prasat tangan). (baca di sini) Keadaan perineum juga dipengaruhi oleh pemenuhan gizi (kolagen) dan genetik. Banyak kemungkinan penyebab terjadinya robekan perineum saat persalinan. Untuk itu, pastikan perawatan kehamilan telah dilakukan dengan baik, mematuhi arahan provider, dan mengatur pernafasan saat proses ekspulsi janin.

Inisiasi Menyusu Dini dilakukan selama 2 jam, berbarengan dengan dilakukannya Delayed Cord Clamping. Selama 2 jam dilakukan inisiasi menyusu dini, bayi saya dapat menemukan puting susu dengan baik, refleks hisap pun juga baik. IMD dilakukan untuk memfasilitasi berhasilnya ASI ekslusif bayi. IMD dilakukan selama minimal 1 jam dengan bayi ditetakkan di dada ibu (skin to skin contact) tanpa penghalang apapun. Biarkan bayi meraih puting susu ibu dengan upayanya. Pastikan badan bayi sudah dikeringkan dan diselimuti (termasuk bagian kepala bayi). Apakah pentingnya dilakukan IMD segera setelah bayi lahir ? (Baca di sini)

Delayed Cord Clamping (Baca juga: Lotus Birth) adalah penundaan penjepitan dan pemotongan tali pusat. Rekomendasi WHO, DCC dilakukan minimal 1 menit (1-3 menit) setelah kelahiran bayi. Dalam jangka waktu 1-3 menit, bayi dapat mendapatkan tambahan volume darah sehingga kadar zat besi dalam darah dapat bertambah. (baca di sini) DCC yang dilakukan saat kelahiran anak kedua ini durasinya cukup lama yaitu 2 jam (berbarengan dengan pengawasan kala IV persalinan). Tidak ada pedoman yang mengatakan bahwa penundaan pemotongan tali pusat selama 2 jam lebih baik dari 1-3 menit. DCC yang dilakukan selama 2 jam ini membuat bonding yang lebih baik dan meningkatkan kepuasan saya sebagai ibu akan pemenuhan zat besi bagi bayi yang lebih optimal.

Proses persalinan anak kedua ini banyak mengajarkan kepada saya untuk lebih bijak lagi dalam memaknai kehidupan. Proses persalinan tidak hanya melahirkan seorang bayi, juga melahirkan “ibu baru”. Bagi saya, proses kehamilan, persalinan dan melahirkan adalah serangkaian perjalanan spiritual yang perlu disiapkan. Persiapan fisik dan psikologis. Tentu saja proses ini harus didukung oleh pasangan (suami). Peran suami sangat besar di sini, dimana hormon-hormon yang berperan pada proses kehamilan dan persalinan ditentukan oleh seberapa besar peran suami di dalamnya. Tak kalah penting ada peran dari provider (bidan/ dokter). Pilihlah provider yang menurut Anda “baik” dan sesuai dengan pemahaman Anda. (baca di sini) Pentingnya di sini menjadi “berdaya”. Berdaya secara pengetahuan dan perilaku kesehatan.

Hamil dan melahirkan merupakan suatu pengalaman yang tak akan pernah bisa terlupakan. Maka, menciptakan pengalaman yang positif saat melalui proses ini, sudah seharusnya diperjuangkan. Libatkan suami dalam setiap pengambilan keputusan dan asuhan yang dijalani. Sedari awal, tetapkan provider yang akan Anda percayai untuk mendampingi proses kehamilan dan persalinan nanti.

Tubuh wanita didisain sempurna untuk melahirkan secara alami. Maka, upayakan setiap kehamilan dapat bersalin secara normal dan alamiah. Karena normal saja tidak cukup, jika ternyata banyak hal menyakitkan dan trauma yang dialami. Apabila segala daya telah diupayakan, namun ternyata hasilnya berakhir di meja operasi atau tindakan yang lain, maka percayalah bahwa itu adalah jalan yang terbaik yang ditetapkan oleh Alloh. Manusia hanya mengupayakan yang terbaik, sisanya Alloh yang menentukan.

Saya pro normal dan alamiah, namun saya juga mematuhi nasihat dari para ahli.

Selamat bagi Anda yang tengah menanti kelahiran si buah hati, semoga proses ini dimudahkan dan diridhoi Alloh. Patuhi dan ikuti nasihat dari provider Anda. Apapun hasilnya, itu adalah yang terbaik.

Demikian part kedua dari sequence “pengalaman melahirkan”. Apakah akan ada kelanjutannya? Hanya Alloh yang berkehendak ^_^. Terima kasih.

Baca juga:

Asuhan Kebidanan Berkesinambungan

Galeri

Oleh: Gita Kostania Artikel ini dipublikasikan pada: Jurnal Kebidanan dan Kesehatan Tradisional, Vol. 5 (No.1), Maret 2020, halaman 1 s.d. 13. Dengan judul: Model Pelaksanaan dan Evaluasi Asuhan Kebidanan Berkesinambungan dalam Praktik Kebidanan Prodi D-IV Kebidanan. Full Text dapat diakses … Lanjutkan membaca

Sertifikasi Dosen dan Menyusun Deskripsi Diri

Galeri

Sertifikasi Dosen dan Menyusun Deskripsi Diri (Pengalaman Saya Tahun 2016) Oleh: Gita.K. Assalamualaikum … Hi my blog…. ^_^… lama banget ya, saya tidak nulis-nulis dan lalu di-upload. Kapan ya terakhir kali nulis? Sepertinya sudah dua tahun yang lalu mungkin. Bukannya … Lanjutkan membaca

PRABOWO: KAMBING HITAM 1998

Tanggapan pak PS tentang anggapan masyarakat bahwa pak PS adalah dalang utama peristiwa penculikan (pelanggaran HAM pada Mei 1998): “Saya seorang yang beragama, Tuhan maha tahu, Saya cinta negeri ini, Saya orang yang menghargai kemanusiaan, Demi Allah, Saya tidak serendah itu”.
=> Masalah perpolitikan negeri ini memang penuh dengan intrik, selalu saja ada dalang dan aktor di balik setiap peristiwa, dan selalu saja ada ‘tumbal’ yang dikorbankan.
=> Yang terlihat baik dari luar belum tentu baik di dalam, begitu juga sebaliknya. Menilai secara objektif dan proporsional adalah pilihan bijak sebelum menentukan pilihan.
=> Urusan di dunia ini hanya ada dua hal: kebaikan V.S. kejahatan.
=> Pasti ada yang terbaik di antara yang baik. Semoga negeri ini menjadi semakin baik dan sejahtera dengan pemimpin baru nanti yang jujur dan amanah, yang mampu menjadikan bangsa ini disegani olah bangsa lain dan menjadi negara no.1 di dunia, aamiin yaa Allah.

Mengenal Tunalaras

Oleh: Gita Kostania

Mungkin banyak yang masih awam dengan istilah ‘tunalaras’, termasuk saya. Nah, kenapa saya tertarik untuk memposting bahasan ini ?! Hal ini berawal dari permintaan ibu untuk mencari tahu tentang SLB Negeri Semarang setelah menonton acara Kick Andy di TV tentang pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), dan Saya pun mencari tahu tentang SLB Negeri Semarang via om Google…… ^_^. Setelah saya buka web SLB Negeri Semarang, saya jadi tahu jenis-jenis pendidikan untuk ABK. Ternyata, selain tuna netra, tuna rungu, dan tuna wicara masih ada ‘tuna-tuna’ yang lain….. heheeeee…… bukan ikan tuna tapi ya……. Pendidikan ABK selain ‘tuna-tuna’ tersebut, ada juga tunagrahita (gangguan intelektual), tunadaksa (kelainan/cacat tubuh), tunalaras (yang akan kita bahas), dan tunaganda (kelainan gabungan), serta termasuk autism (ADHD). Mungkin ada di sekitar kita yang ternyata memang mengalami tunalaras, namun tidak mengetahuinya karena kurangnya pengetahuan dan kurangnya kesadaran akan hal ini. So, mari kita bahas.
Pengertian tunalaras menurut om Wiki (wikipedia.org) adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Anak ini bertingkah laku menyimpang dari norma-norma dan adat yang berlaku di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Secara umum penyebabnya dapat diuraikan menjadi:
1. Kondisi keluarga yang tidak harmonis.
2. Kurangnya kasih sayang orang tua karena kehadirannya tidak diharapkan.
3. Kemampuan sosial dan ekonomi rendah.
4. Adanya konflik budaya yaitu adanya perbedaan pandangan hidup antara keadaan sekolah dan kebiasaan keluarga.
5. Berkecerdasan rendah atau kurang dapat mengikuti tuntutan sekolah.
6. Adanya pengaruh negatif dari geng – geng atau kelompok.
7. Adanya gangguan atau kerusakan pada otak/sistem syaraf akibat minuman keras atau obat-obatan.
8. Memiliki gangguan kejiwaan bawaan.
Untuk mengenali apakah anak/seseorang (karena dapat berlanjut dan menetap sampai dewasa), dapat diidentifikasi melalui:
1. Tes psikologi (psikotest) untuk mengetahui kematangan sosial dan gangguan emosi.
2. Tes sosiometri untuk mengetahui suka tidaknya seseorang.
3. Konsultasi ke biro konsultasi psikolog.
4. Konsultasi ke psikiater.
5. Membandingkan dengan tingkah laku anak/orang pada umumnya.
Poin ke-lima di atas adalah langkah awal untuk mengidentifikasinya, dengan melihat ciri-cirinya, yaitu:
1. Adanya gangguan emosi dan gangguan sosial, yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tidak mau bergaul dan menyendiri.
b. Melarikan diri dari tanggung jawab.
c. Berdusta, menipu, mencuri, menyakiti orang lain atau sebalikanya, ingin dipuji, tak pernah menyulitkan orang lain, penakut dan kurang percaya diri.
d. Tidak mempunyai inisiatif dan tanggung jawab, kurangnya keberanian dan sangat bergantung pada orang lain.
e. Agresif terhadap diri sendiri, curiga, acuh tak acuh, banyak mengkayal.
f. Memperlihatkan perbuatan gugup, misalnya: menggigit kuku, komat-kamit dan sebagainya.
2. Rasa rendah diri yang berlebih ditandai dengan ciri-ciri:
a. Terlalu memepersoalkan diri sendiri, sering minta maaf, takut tampil di muka umum dan takut bicara.
b. Mengeluh dengan nada nasib malang dan segan melakukan hal – hal baru atau yang dapat mengungkap kekurangannya.
c. Selalu ingin sempurna, tidak puas dengan apa yang diperbuat.
d. Bersikap introvet (lebih banyak mengarahkan perhatian pada diri sendiri/bersikap sangat tertutup).
3. Merendahkan harga diri, sitandai dengan ciri-ciri:
a. Bernada murung, cepat merasa tersinggung.
b. Merasa tidak enak, sakit buatan
c. Berpura-pura lebih dari orang lain, misalnya memonjolkan diri, berbicara lantang dann merendahkan orang lain.
d. Membuat kompensasi.
e. Melakukan perbuatan jahat.
Membaca ciri-ciri di atas, terutama poin 1-e dan 2-c, saya pun jadi teringat tentang obsesif-kompulsif. Apa bedanya dengan obsesif kompulsif ya…. ?! Mari kita cek dulu definisi gangguan obsesif-kompulsif.
Menurut kamuskesehatan.com, obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder)adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan pikiran, impuls, gambaran atau gagasan yang berulang dan mengganggu (obsesi) disertai dengan upaya untuk menekan pikiran-pikiran tersebut melalui perilaku fisik atau mental tertentu yang irasional dan ritualistik (kompulsi). Obsesi dan kompulsi menghabiskan sejumlah besar waktu pasien (satu jam atau lebih setiap hari) dan biasanya menyebabkan tekanan emosional yang signifikan dan menyulitkan hubungan dengan orang lain.
Ternyata tunalaras lebih kompleks ‘sekali’ daripada obsesif-kompulsif. Obsesif-kompulsif hanya terkait dengan keinginan yang irrasional dan ritualistic, namun tunalaras terkait juga dengan gangguan emosional dan sosial yang kronis. Dengan demikian, seorang yang mengalami tunalaras juga kemungkinan mengalami gangguan obsesif-kompulsif.
Bagaimanakah bentuk layanan pendidikan bagi anak tunalaras di sekolah untuk ABK ? Layanan pendidikan dapat berupa:
1. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler kelas khusus, bila anak tunalaras perlu belajar terpisah dari teman sekelasnya.
2. SLB-E (untuk tunalaras) tanpa asrama.
3. SLB-E dengan asrama, bagi anak yang tingkat kenakalannya berat.
4. Terapi perilaku sosial.
5. Terapi kelompok.
Bagaimana jika kelainan tunalaras diketahui setelah dewasa ? Hal ini tentunya kita konsultasikan pada psikolog atau psikiater untuk penanganan masalah ini. Demikian, semoga tulisan ini dapat memberi wawasan baru bagi kita.
###

Sumber:
http://slbn-smg.sch.id/index.php
http://id.wikipedia.org/wiki/Tunalaras
http://kamuskesehatan.com/arti/gangguan-obsesif-kompulsif/

Pedoman Penyusunan Soal Pilihan Ganda

Untuk mengetahui keberhasilan proses pembelajaran, maka dilakukan evaluasi pembelajaran. Hal ini merupakan dasar untuk menetapkan apakah peserta didik dinyatakan kompeten atau tidak dalam penguasaan materi. Evaluasi terdiri dari dua langkah, yaitu mengukur dan menilai. Mengukur merupakan suatu langkah untuk mendapatkan data objektif, sedangkan menilai adalah suatu tindakan menafsirkan hasil pengukuran, yang pelaksanaannya menggunakan acuan-acuan tertentu, apakah menggunakan acuan norma ataukah acuan patokan.

Pengukuran hasil belajar menggunakan alat ukur yang berupa instrument tes. Tes merupakan alat ukur yang tepat digunakan untuk mengukur kompetensi terutama dalam ranah kognitif. Penulisaan butir soal yang baik dalam instrument tes mutlak diperlukan, karena hanya dengan alat ukur yang baiklah didapatkan hasil evaluasi belajar yang tepat.

Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang dapat menghasilkan hasil pengukuran yang tepat (valid) dan tetap/ajeg (reliable). Alat ukur dikatakan valid jika alat ukur tersebut dapat menghasilkan hasil pengukuran yang tepat. Sedangkan alat ukur dikatakan reliable apabila alat ukur tersebut mampu menghasilkan hasil pengukuran yang ajeg atau konsisten. Jadi validitas dan reliabilitas hasil pengukuran merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh instrument atau alat ukur.

 

Selengkapnya :

-Pedoman Penyusunan Soal Pilgan

-Lampiran – Pedoman Penyusunan Soal Pilgan