Lirik:
Seputih sebersih seragammu
Seikhlas setulus hatimu
Dikaulah pengabdi sesama manusia
Penolong para penderita
Tak bedakan golongan tiada kenal waktu
Engkau berikan senyumanmu
Tingkatkan bakti, teruskan upaya menuju sehat untuk semua
@_@
Lirik:
Seputih sebersih seragammu
Seikhlas setulus hatimu
Dikaulah pengabdi sesama manusia
Penolong para penderita
Tak bedakan golongan tiada kenal waktu
Engkau berikan senyumanmu
Tingkatkan bakti, teruskan upaya menuju sehat untuk semua
@_@
Oleh: Gita Kostania
Kebanyakan wanita dengan kehamilan berisiko rendah harus mengalami kala satu persalinan yang lebih lama untuk menghindari bedah caesar yang tidak perlu. Sesuai dengan pedoman baru yang dipublikasikan bersama antara American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan the Society for Maternal-Fetal Medicine (SMFM), diterbitkan dalam edisi Maret jurnal Obstetrics & Gynecology.
” Bukti sekarang menunjukkan bahwa persalinan sebenarnya berlangsung lebih lambat dari yang kita duga di masa lalu, banyak wanita yang mungkin perlu lebih banyak waktu dalam proses persalinan dan melahirkan bayi secara normal, bukannya beralih pada kelahiran melalui caesar , ” penulis utama Aaron B.Caughey,MD, seorang anggota dari komite perguruan tinggi pada praktek kebidanan, mengatakan dalam sebuah rilis berita ACOG. ” Kebanyakan wanita yang mempunyai riwayat bedah caesar pada persalinan pertama mereka akhirnya harus mengalami caesar ulang untuk bayi berikutnya, dan hal inilah yang kita coba untuk dihindari. Dengan mencegah persalinan sesar pada persalinan pertama, kita seharusnya mampu mengurangi angka sesar keseluruhan pada suatu populasi. ”
Sepertiga dari wanita AS yang melahirkan pada tahun 2011, melahirkan secara sesar. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 60 % sejak tahun 1996. Pada saat ini, lebih dari setengah (sekitar 60 %) dari semua kelahiran sesar adalah bedah caesar primer dilakukan pada wanita yang melahirkan bayi pertama mereka .
Indikasi yang paling sering pada persalinan sesar primer adalah distosia persalinan, diikuti oleh frekuensi denyut jantung janin yang abnormal, malpresentasi janin, kehamilan ganda, dan diduga makrosomia janin. Indikasi ini bisa bergeser sesuai dengan interpretasi yang lebih baik dan standar penetapan denyut jantung janin normal, serta manajemen atau kemajuan lain dalam perawatan obstetri dan janin .
Pedoman penulis mengakui bahwa kelahiran sesar mungkin merupakan suatu intervensi dalam rangka menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Namun, peningkatan pesat dalam tingkat operasi caesar menunjukkan bahwa kemungkinan terlalu sering menggunakan metode persalinan ini, terutama karena tidak adanya bukti yang jelas dari peningkatan hasil pada ibu atau bayi baru lahir.
” Tenaga medis perlu untuk menyeimbangkan risiko dan manfaat, dan untuk beberapa kondisi klinis, persalinan sesar merupakan pilihan terbaik kelahiran bayi,” kata Presiden SMFM Vincenzo Berghella, MD, dalam rilis berita. ” Tapi bagi sebagian besar kehamilan yang berisiko rendah, kelahiran sesar dapat menimbulkan risiko yang lebih besar dibandingkan persalinan pervaginam, terutama risiko yang terkait dengan kehamilan berikutnya. ”
Rekomendasi khusus untuk persalinan yang aman mengurangi resiko operasi caesar primer:
ACOG dan SMFM merekomendasikan penelitian lebih lanjut untuk memperluas bukti dasar yang dapat menginformasikan keputusan mengenai persalinan sesar dan mempromosikan perubahan kebijakan yang bisa dengan aman mengurangi tingkat kelahiran sesar primer.
Safe Prevention of the Primary Cesarean Delivery adalah pedoman pertama dalam seri baru dari SMFM berjudul Obstetric Care Consensus. Tujuan dari seri ini adalah untuk menawarkan pelayanan yang berkualitas tinggi dan konsisten, serta merupakan ringkasan rekomendasi klinis untuk berlatih dokter kandungan dan subspecialists kedokteran feto-maternal. (Obstet Gynecol., 2014)
-Artikel Terjemahan– Sumber: http://www.medscape.com/viewarticle/820842
Oleh: Gita Kostania
Salah satu program dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang perlu disebarluaskan oleh tenaga kesehatan ataupun relawan-aktivis pada masyarakat luas adalah ‘Kampanye Pencegahan HIV-AIDS’ dengan slogan “Aku Bangga Aku Tahu”. Pendidikan kesehatan tentang HIV-AIDS ini penting diberikan pada masyarakat luas karena setiap orang beresiko terkena AIDS dengan penyebaran yang sangat cepat, serta belum ditemukannya vaksin untuk mencegah dan obat yang efektif untuk mengobatinya.
Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan Maret 2013, HIV-AIDS tersebar di 348 (70%) dari 497 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi pertama kali ditemukan adanya kasus HIV-AIDS adalah Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011.
=> HIV
Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 859, tahun 2006 (7.195), tahun 2007 (6.048), tahun 2008 (10.362), tahun 2009 (9.793), tahun 2010 (21.591), tahun 2011 (21.031), tahun 2012 (21.511). Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan September 2013 sebanyak 118.787. Jumlah infeksi HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (27.207), diikuti Jawa Timur (15.233), Papua (12.687), Jawa Barat (9.267) dan Bali (7.922).
=> AIDS
Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak 4.987, tahun 2006 (3.514), tahun 2007 (4.425), tahun 2008 (4.943), tahun 2009 (5.483), tahun 2010 (6.845) dan tahun 2011 (7.004), dan tahun 2102 (5.686). Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan September 2013 sebanyak 45.650 orang. Persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (34,5%), kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun (28,7%), 40-49 tahun (10,6%), 15-19 (3,2%), dan 50-59 tahun (3,2%). Proporsi kasus baru penderita AIDS yang dilaporkan berdasarkan kelompok umur tersebut, menunjukkan bahwa ODHA terbanyak pada usia produktif.
Persentase AIDS pada laki-laki sebanyak 55,7% dan perempuan 29,2%. Sementara itu 15,1% tidak melaporkan jenis kelamin. Kondisi yang mempercepat penularan pada pria adalah pria dewasa pembeli sex, sedangkan pada perempuan adalah yang menikah dengan pria beresiko tinggi. Perempuan penderita AIDS dapat menularkan pada anak yang dikandungnya melalui proses persalinan dan menyusui.
Jumlah AIDS tertinggi adalah pada wiraswasta (5.430), diikuti ibu rumah tangga (5.353), tenaga non-profesional/karyawan (4.847), buruh kasar (1.897), penjaja seks (1.771), petani/peternak/nelayan (1.757), dan anak sekolah/mahasiswa (1.123).
Jumlah AIDS terbanyak dilaporkan dari Papua (7.795), Jawa Timur (7.714), DKI Jakarta (6.299), Jawa Barat (4.131), Bali (3.798), Jawa Tengah (3.348), Kalimantan Barat (1.699), Sulawesi Selatan (1.660), Banten (957) dan Riau (951).
Faktor risiko penularan terbanyak melalui heteroseksual (60,9%), penasun (17,4%), diikuti penularan melalui perinatal (2,7%), dan homoseksual (2,8%). Angka kematian (CFR) menurun dari 3,21% pada tahun 2012 menjadi 0,85% pada bulan September tahun 2013.
=> Statistik Kasus AIDS di Indonesia – dilapor s/d September 2013
Dalam triwulan Juli s.d. September 2013 dilaporkan tambahan kasus HIV & AIDS sebagaimana berikut: HIV=10.203, dan AIDS=1.983. Jumlah kasus HIV & AIDS yang dilaporkan 1 Januari s.d. 30 September 2013 adalah: HIV=20.413, dan AIDS=2.763. Secara kumulatif kasus HIV & AIDS 1 Januari 1987 s.d. 30 September 2013, terdiri atas: HIV=118.792 dan AIDS=45.650.
Data statistic di atas menunjukkan bahwa sebenarnya kasus ini bagaikan fenomena gunung es, hanya kasus di permukaan saja yang nampak namun banyak kasus yang tidak terlaporkan lantaran ketidaktahuan dan kurangnya masyarakat akan bahaya AIDS.
Berdasarkan data-data yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa: resiko penyebaran HIV sangat tinggi, usia ODHA saat terinfeksi pada 10-15 tahun, masih banyak ODHA yang belum teridentifikasi, dan remaja usia 15-24 tahun belum memiliki pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang HIV-AIDS.
Hasil Riskesdas tahun 2010 menyimpulkan bahwa sebesar 11,4% responden (penduduk usia 15-24 tahun) memiliki pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang HIV-AIDS. Dan hasil survey cepat yang dilakukan pada tahun 2012 menunjukkan sebesar 20,1 % penduduk usia 15-24 tahun memiliki pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang HIV-AIDS. Walaupun mengalami peningkatan, namun hal ini masih jauh dari kesepakatan global yang telah dibuat dalam upaya penanggulangan AIDS, yaitu sebesar 95% pada akhir tahun 2014 kaum muda usia 15-24 tahun telah memiliki pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang HIV-AIDS, dan pada tahun 2015 penyebaran HIV-AIDS menjadi nol persen (getting to zero) yang meliputi: zero new infected, zero discrimination dan zero HIV related death.
Penyebarluasan informasi yang benar mengenai pencegahan HIV-AIDS perlu dilakukan pada kelompok usia 15-24 tahun, dimana usia remaja merupakan tahapan pencarian jati diri dan rentan terhadap pengaruh negative pergaulan, dan sesuai yang telah dijelaskan di atas bahwa pada kelompok usia inilah yang paling tinggi terkena infeksi HIV.
Kampanye pencegahan HIV-AIDS yang diusung Kemenkes RI menggunakan personifikasi “Aku Bangga Aku Tahu”, mengandung makna bahwa: pemuda adalah pribadi yang menghargai budayanya, dia rogresif dan berfikiran terbuka; suka bergaul dan sangat menikmati pertemanannya, namun dia punya pendirian yang jelas; remaja suka menjaga penampilannya; serta karena mereka perhatian, ramah dan mandiri. Pesan kunci dari kampanye ini adalah: jiwa yang tegar menolak menggunakan narkoba, dan hati yang murni menolak perilaku seks bebas dan beresiko.
Materi
=> Pencegahan HIV-AIDS
Kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan pada tahun 1987. Perkembangan yang tajam mulai terjadi pada tahun 1993. Pada tahun 2003 dilaporkan kasus meningkat signifikan menjadi 3647 penderita, dan 60 persennya menyerang usia reproduktif bangsa. Sebenarnya AIDS bukan merupakan suatu penyakit, AIDS tidak menular yang menular adalah HIV yaitu virus yang menyebabkan kekebalan tubuh mencapai masa AIDS.
=> Pengertian
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. Konsentrasi HIV terbanyak terdapat dalam larutan darah, cairan sperma dan cairan vagina, serta bisa menular pula melalui kontak darah atau cairan tersebut. Pada cairan tubuh lain konsentrasi HIV sangat rendah sehingga tidak bisa menjadi media atau saluran penularan.
Gambar 1. Gambaran Penderita AIDS
=> Fase dan Gejala
Tidak ada gejala khusus jika seseorang sudah terinfeksi HIV, dengan kata lain orang yang mengidap HIV tidak bisa dikenali melalui diagnosis gejala tertentu, disamping itu orang yang terinfeksi HIV bisa saja tidak merasakan sakit. Berbulan-bulan atau tahun seseorang yang sudah terinfeksi dapat bertahan tanpa menunjukkan gejala klinis yang khas tetapi baru tampak pada tahap AIDS. Gejala AIDS baru bisa dilihat pada seseorang yang tertular HIV sesudah masa inkubasi, yang biasanya berlangsung antara 5-7 tahun setelah terinfeksi. Selama masa inkubasi jumlah HIV dalam darah terus bertambah sedangkan jumlah sel T semakin berkurang, kekebalan tubuhpun semakin rusak jika jumlah sel T makin sedikit. Fase dan gejala AIDS selengkapnya:
WHO telah membuat kriteria gejala yang dapat dipakai sebagai pegangan dalam mendiagnosis AIDS, ada yang disebut gejala mayor dan gejala minor. Gejala minor atau ringan antara lain: batuk kronis lebih dari satu bulan, bercak-bercak merah dan gatal dipermukaan kulit pada beberapa bagian tubuh, Herpes Zorter (infeksi yang disebabkan virus yang menggangu saraf) yang muncul berulang-ulang, infeksi semacam sariawan pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur Candida albicans, dan pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di sekujur tubuh. Sedangkan gejala-gejala mayor antara lain: demam yang berkepanjangan lebih dari tiga bulan, diare kronis lebih dari satu bulan berulang-ulang maupun terus-menerus dan penurunan berat badan lebih 10 persen dalam kurun waktu tiga bulan.
=> Penularan HIV-AIDS
Ada empat cara penularan HIV, yaitu:
Data Kementrian Kesehatan tahun 2012 menunjukkan bahwa sebesar 71% penularan AIDS berasal dari perilaku seks bebas. HIV-AIDS tidak menular melalui:
=> Mengurangi dan Mencegah Resiko Penularan
Untuk mengurangi dan mencegah resiko penularan HIV, maka:
=> Kebijakan Nasional dan Tantangan Pengendalian HIV-AIDS
Kebijakan nasional dalam pencegahan HIV-AIDS meliputi:
Kebijakan nasional tersebut menjadi tantangan dalam upaya penurunan angka HIV-AIDS, berupa:
Upaya-upaya pengendalian HIV-AIDS tersebut, harus didukung oleh peningkatan pendidikan moral, agama, kesehatan reproduksi dan bahaya NAPZA (narkotika, psikotropika dan zat adiktif).
#Berbagai Sumber #Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 31 Oktober 2013.