Standar Informasi Kesehatan

Materi:

1. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis Kemenkes

2. Standar Pelayanan Minimal

__________________________________________________________

I.   Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis Kemenkes

Visi, misi dan tujuan pembangunan kesehatan terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) 2005-2025. Adapun sasaran strategis Kemenkes yang berlaku saat ini merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah bidang Kesehatan (RPJM-K) ke-dua (2010-2014) yang disusun setiap 5 tahun sekali.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) adalah rencana pembangunan nasional di bidang kesehatan, yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025, dalam bentuk dasar, visi, misi, arah dan kebutuhan sumber daya pembangunan nasional di bidang kesehatan untuk masa 20 tahun ke depan, yang mencakup kurun waktu sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) merupakan penjabaran dari dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu untuk: 1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2) memajukan kesejahteraan umum; 3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4) ikut menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

A.  Visi

Keadaan masyarakat Indonesia di masa depan atau visi yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan dirumuskan sebagai: “Indonesia Sehat 2025”. Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan kesehatan yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan yang bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan; mencegah risiko terjadinya penyakit; melindungi diri dari ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya; sadar hukum; serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe community).

Dalam Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh jaminan kesehatan, yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan etika profesi.

Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat, serta meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu, maka akan dapat dicapai derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat yang setinggi-tingginya.

B.  Misi

Dengan berlandaskan pada dasar Pembangunan Kesehatan, dan untuk mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2025, ditetapkan 4 (empat) misi Pembangunan Kesehatan, yaitu:

1. Menggerakkan Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan

Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta kontribusi positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi hasil kerja serta kontribusi positif tersebut, harus dapat diupayakan masuknya wawasan kesehatan sebagai asas pokok program pembangunan nasional. Kesehatan sebagai salah satu unsur dari kesejahteraan rakyat juga mengandung arti terlindunginya dan terlepasnya masyarakat dari segala macam gangguan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.

Untuk dapat terlaksananya pembangunan nasional yang berkontribusi positif terhadap kesehatan seperti dimaksud di atas, maka seluruh unsur atau subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional berperan sebagai penggerak utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan.

2. Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat

Kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap individu, keluarga dan masyarakat untuk menjaga kesehatan, memilih, dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan. Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat meliputi: a) penggerakan masyarakat; masyarakat paling bawah mempunyai peluang yang sebesar-besarnya untuk terlibat aktif dalam proses pembangunan kesehatan, b) organisasi kemasyarakatan; diupayakan agar peran organisasi masyarakat lokal makin berfungsi dalam pembangunan kesehatan, c) advokasi; masyarakat memperjuangkan kepentingannya di bidang kesehatan, d) kemitraan; dalam pemberdayaan masyarakat penting untuk meningkatkan kemitraan dan partisipasi lintas sektor, swasta, dunia usaha dan pemangku kepentingan, e) sumberdaya; diperlukan sumberdaya memadai seperti SDM, sistem informasi dan dana.

3. Memelihara dan Meningkatkan Upaya Kesehatan yang Bermutu, Merata, dan Terjangkau

Pembangunan kesehatan diselenggarakan guna menjamin tersedianya upaya kesehatan, baik upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perorangan yang bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pengutamaan pada upaya pencegahan (preventif), dan peningkatan kesehatan (promotif) bagi segenap warga negara Indonesia, tanpa mengabaikan upaya penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan, diperlukan pula upaya peningkatan lingkungan yang sehat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan kemitraan antara pemerintah, dan masyarakat termasuk swasta.

Untuk masa mendatang, apabila sistem jaminan kesehatan sosial telah berkembang, penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan primer akan diserahkan kepada masyarakat dan swasta dengan menerapkan konsep dokter keluarga. Di daerah yang sangat terpencil, masih diperlukan upaya kesehatan perorangan oleh Puskesmas.

4. Meningkatkan dan Mendayagunakan Sumber Daya Kesehatan

Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sumber daya kesehatan perlu ditingkatkan dan didayagunakan, yang meliputi sumber daya manusia kesehatan, pembiayaan kesehatan, serta sediaan farmasi dan alat kesehatan. Sumber daya kesehatan meliputi pula penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan/kedokteran, serta data dan informasi yang makin penting peranannya. Tenaga kesehatan yang bermutu harus tersedia secara mencukupi, terdistribusi secara adil, serta termanfaat-kan secara berhasil-guna dan berdaya-guna.

Pembiayaan kesehatan yang bersumber dari masyarakat, swasta, dan pemerintah harus tersedia dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil-guna serta berdaya-guna. Jaminan kesehatan yang diselenggarakan secara nasional dengan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, bertujuan untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

Sediaan farmasi, alat kesehatan yang aman, bermutu, dan bermanfaat harus tersedia secara merata serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, makanan dan minuman yang aman, bermutu serta dengan pengawasan yang baik. Upaya dalam meningkatkan ketersediaan tersebut, dilakukan dengan upaya peningkatan manajemen, pengembangan serta penggunaan teknologi di bidang sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman. bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

C.      Tujuan dan Sasaran

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, yang ditunjukkan oleh indikator dampak yaitu:

  1. Meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari 69 tahun pada tahun 2005 menjadi 73,7 tahun pada tahun 2025.
  2. Menurunnya Angka Kematian Bayi dari 32,3 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 15,5 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2025.
  3. Menurunnya Angka Kematian Ibu dari 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 74 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2025.
  4. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 26% pada tahun 2005 menjadi 9,5% pada tahun 2025.

D.     Upaya Pokok Pembangunan Kesehatan

1. RPJM-K ke-1 (2005-2009)

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan.

2. RPJM-K ke-2 (2010-2014)

Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah lebih berkembang dan meningkat.

3. RPJM-K ke-3 (2015-2019)

Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah mulai mantap.

4. RPJM-K ke-4 (2020-2025)

Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah mantap.

E.      Rencana Strategis Kesehatan 2010 – 2014

Rencana  Strategis Kesehatan adalah Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 (RENSTRA Kesehatan) yang merupakan acuan bagi kementerian kesehatan dalam menyelenggarakan Program Pembangunan Kesehatan, yang juga merupakan acuan bagi penyelenggara pembangunan kesehatan pada Dinas Kesehatan Propinsi  dan Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota, termasuk seluruh pejabatnya baik struktural maupun fungsional, bahkan lebih luas lagi semua stakeholder dalam pembangunan kesehatan.

RENSTRA Kesehatan ini adalah Standar Nasional (berlaku Umum secara Nasional), pada semua Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten harus menjabarkan kembali Rencana Strategis Kementerian Kesehatan ini menjadi Rencana Strategis Dinas Kesehatan Propinsi dan kemudian dijabrakan kembali menjadi  Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten maupun kota, yang disesuaikan atau diturunkan  sesuai dengan kebutuhan dan situasi serta kondisi setempatnya.

RENSTRA ini merupakan penjabaran dari sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU no.25 th.2004). Renstra Kementerian Kesehatan merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif dan memuat berbagai program pembangunan kesehatan yang akan dilaksanakan langsung oleh Kementerian Kesehatan untuk kurun waktu tahun 2010-2014, dengan penekanan pada pencapaian sasaran Prioritas Nasional, Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan Millenium Development Goals (MDG’s). Masalah kesehatan begitu berat, kompleks dan tak terduga perlu perhatian pada dinamika kependudukan, epidemiologi penyakit, ekologi dan lingkungan, kemajuan iptek, kemitraan,  globalisasi dan demokratisasi, kerja sama lintas sektoral dan mendorong partisipasi masyarakat. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mewujudkan Visi Kementerian Kesehatan.

Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kesehatan selama tahun 2010-2014

Pertama ; menguraikan arah kebijakan dan strategi nasional, dan Kedua : menguraikan  arah kebijakan dan strategi Kementerian Kesehatan dengan program-program, secara garis besarnya terdiri dari dua program yaitu program generik dan program tehnis.

Program generik meliputi :

  1. Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya
  2. Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur kementerian kesehatan
  3. Program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas  aparatur kementerian  kesehatan
  4. Progran penelitian dan pengembangan kesehatan

Program teknis  meliputi :

  1. Program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak
  2. Program Pembinaan upaya kesehatan
  3. Program Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
  4. Program kefarmasian dan alat kesehatan
  5. Program pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan.

Visi Kementerian Kesehatan sekaligus juga sebagai visi pembangunan kesehatan  selama 5 tahun kedepan (2010-2014) adalah “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Visi ini merupakan operasionalisasi dari pengertian kesehatan, sebagaimana yang terdapat dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009, yaitu kesehatan  adalah keadaan sehat fisik, jasmani (mental) dan spritual serta sosial, yang memungkinkan setiap induvidu  dapat hidup secara produktif secara sosial dan ekonomis.

Misi: untuk mencapai visi Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan ditempuh melalui misi sebagai berikut:

1.      Pertama : Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
2.      Kedua : Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan.
3.      Ketiga : Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan.
4.      Keempat : Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.

Sementara itu tujuannya (tujuan kementerian kesehatan) termasuk  juga tujuan dari pembangunan kesehatan yaitu: terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yaitu:

  1. Pertama : PRO RAKYAT. Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi.
  2. Kedua : INKLUSIF. Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput.
  3. Ketiga : RESPONSIF. Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, social budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula.
  4. Keempat : EFEKTIF. Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan, dan bersifat efisien.
  5. Kelima : BERSIH. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.

Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun 2010- 2014,  dibuat sebanyak 8 strategis yaitu:

  • Pertama : Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat, dengan :
  1. Meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun;
  2. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup; 
  3. Menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup;
  4. Menurunnya angka kematian neonatal dari 19 menjadi 15 per 1.000 kelahiran hidup;
  5. Menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting) dari 36,8 persen menjadi kurang dari 32 persen;
  6. Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (cakupan PN) sebesar 90%;
  7. Persentase Puskesmas rawat inap yang mampu PONED sebesar 100%;
  8. Persentase RS Kab/Kota yang melaksanakan PONEK sebesar 100%;
  9. Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap) sebesar 90%.
  • Kedua : Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular, dengan:
  1. Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 per 100.000 penduduk;
  2. Menurunnya kasus malaria (Annual Paracite Index-API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk;
  3. Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa dari 0,2 menjadi dibawah 0,5%;
  4. Meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan dari 80% menjadi 90%;
  5. Persentase Desa yang mencapai UCI dari 80% menjadi100%;
  6. Angka kesakitan DBD dari 55 menjadi 51 per 100.000 penduduk.

Perlu ingatkan target-target indikatif  pada tingkat kabupaten /kota dengan konstanta 100.000 sebaiknya tidak langsung digunakan tetapi dikonversi dulu ke dalam nilai absolutnya, misalnya saja sering terjadi perdebatan angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup, harus dikonversikan dengan jumlah kelahiran hidup absolut yang ada dalam kabupaten tertentu.

  • Ketiga : Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparitas separuh dari tahun 2009.
  • Keempat : Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin.
  • Kelima : Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen.
  • Keenam : Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis di Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
  • Ketujuh : Seluruh provinsi melaksanakan program pengendalian penyakit tidak menular.
  • Kedelapan : Seluruh Kabupaten/Kota melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

 

II. Standar Pelayanan Minimal

Secara ringkas PP No.65 Tahun 2005 memberikan rujukan bahwa Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga Negara secara minimal, terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar, baik Daerah Provinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota.

Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan selanjutnya disebut SPM Kesehatan adalah tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten/Kota. Proses penyusunan SPM Bidang Kesehatan sampai ditetapkannya Permenkes Nomor 741/MENKES/PER/VI/2008 tanggal 29 Juli 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota telah melalui suatu rangkaian kegiatan yang panjang dengan melibatkan berbagai pihak, yaitu:

  1. Unit Utama terkait di Depkes, UPT Pusat, dan UPT Daerah.
  2. Lintas sektor terkait (Departemen Dalam Negeri, Badan Perencanaan Nasional, Departemen Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara)
  3. Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/ Kota, Rumah Sakit Daerah Provinsi/ Kabupaten/ Kota dan Puskesmas
  4. ADINKES dan ARSADA
  5. Lintas sektor terkait di daerah (Gubernur, Bupati, Walikota, DPRD Provinsi/ Kabupaten/ Kota, Pemda Provinsi/ Kabupaten/ Kota, Bappeda Provinsi/ Kabupaten/ Kota dan Dinas terkait lainnya di Provinsi/ Kabupaten/ Kota)
  6. Organisasi profesi kesehatan di tingkat Pusat/Provinsi/ Kabupaten/ Kota
  7. Para pakar Perguruan Tinggi .
  8. Para Expert/ Donor Agency.
  9. Para konsultan Luar Negeri dan Konsultan Domestik.
  10. WHO, World Bank, ADB, USAID, AusAID, GTZ, HSP dll

Dalam penerapannya SPM kesehatan harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan  pelayanan  dasar  dari  Pemerintah  Daerah  sesuai  dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh Pemerintah. Oleh karena itu, baik dalam perencanaan maupun penganggaran, wajib diperhatikan prinsip-prinsip SPM kesehatan yaitu  sederhana,  konkrit,  mudah  diukur,  terbuka,  terjangkau  dan  dapat dipertanggungjawabkan  serta mempunyai  batas  pencapaian  yang  dapat diselenggarakan secara bertahap. Kementerian Kesehatan telah sepakat menambahkan kriteria SPM kesehatan yaitu :

  1. Merupakan pelayanan yang langsung dirasakan masyarakat, sehingga hal-hal  yang  berkaitan  dengan  manajemen  dianggap  sebagai  faktor pendukung    dalam    melaksanakan    urusan    wajib (perencanaan, pembiayaan,  pengorganisasian,  perizinan,sumberdaya,  sistem  dsb), tidak dimasukkan dalam SPM (kecuali critical support function).
  2. Merupakan prioritas tinggi bagi Pemerintah Daerah karena melindungi hak-hak konstitusional perorangan dan masyarakat, untuk melindungi kepentingan nasional dan memenuhi komitmen nasional dan global serta merupakan penyebab utama kematian/kesakitan.
  3. Berorientasi pada output yang langsung dirasakan masyarakat.
  4. Dilaksanakan secara terus menerus (sustainable), terukur (measurable) dan dapat dikerjakan (feasible).

Dalam pelaksanaan SPM kesehatan untuk jangka waktu tertentu ditetapkan target  pelayanan   yang   akan   dicapai (minimum  service   target),   yang merupakan spesifikasi peningkatan kinerja pelayanan yang harus dicapai dengan  tetap  berpedoman  pada  standar  teknis  yang  ditetapkan  guna mencapai status kesehatan yang diharapkan. Dalam Urusan Wajib dan SPM, nilai   indikator   yang   dicantumkan   merupakan   nilai   minimal   nasional sebagaimana komitmen global dan komitmen nasional. Indikator SPM kesehatan berdasar Permenkes Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 adalah:

  1. Cakupan kunjungan ibu hamil K4
  2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani
  3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan.
  4. Cakupan pelayanan nifas
  5. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani
  6. Cakupan kunjungan bayi
  7. Cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
  8. Cakupan pelayanan anak balita
  9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin
  10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan
  11. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat
  12. Cakupan peserta KB aktif
  13. Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita Penyakit

a. Acute Flaccid Paralysis (AFP) rate per 100.000 penduduk <15 tahun
b. Penemuan penderita Pneumonia balita

c. Penemuan pasien baru TB BTA positif
d. Penderita DBD yang ditangani
e. Penemuan penderita Diare

14. Cakupan Pelayanan Kesehatan Dasar Pasien Masyarakat Miskin

15. Cakupan Pelayanan Kesehatan Rujukan Pasien Masyarakat Miskin

16. Cakupan Pelayanan Gawat Darurat level 1 yang harus diberikan Sarana Kesehatan (Rumah Sakit) di Kabupaten/Kota

17. Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi <24 jam

18. Cakupan Desa Siaga Aktif

SPM  mempunyai  peranan  yang  penting  dalam  penyelenggaraan pemerintahan daerah, baik bagi pemerintah daerah sebagai perangkat yang memberikan pelayanan kepada masyarakat maupun bagi masyarakat yang mendapatkan pelayanan. Bagi pemerintah daerah, SPM  dapat dijadikan sebagai   tolok   ukur   dalam   penentuan   biaya   yang   diperlukan   untuk menyediakan  pelayanan  yang  diperlukan  oleh  masyarakat,  SPM  akan menjadi   acuan   untuk   menilai   kualitas   suatu   pelayanan   publik   yang disediakan oleh pemerintah daerah. SPM kesehatan dapat  digunakan  untuk menentukan  tolok  ukur  kinerja pelayanan   kesehatan   yang   diselenggarakan   daerah   dalam   rangka pertanggungjawaban Perangkat Daerah untuk mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan bidang kesehatan.

 

Referensi :

Depkes RI. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005 – 2025. Jakarta: Depkes RI. http://www.depkes.go.id.

Kementrian Kesehatan RI. 2010. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan tahun 2010 – 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. http://www.depkes.go.id.

Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depkes RI. 2008. Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten atau Kota, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008.

Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depkes RI. 2008. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten atau Kota, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008.