Pertanyaan Klinik dengan Format PICO/ PICOT

Oleh: Gita Kostania

Materi di-upload pada: https://www.academia.edu/43411578/LANGKAH-LANGKAH_MEMPRAKTIKKAN_EVIDENCE_BASED_PRACTICE

Artikel bagian dari tulisan: https://oshigita.id/langkah-mempraktikkan-evidence-based-practice/

Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi ini, Anda diharapkan dapat merumuskan masalah ke dalam pertanyaan klinik dengan format PICO/ PICOT. Secara khusus, Anda diharapkan dapat:

  1. Menentukan permasalahan klinik.
  2. Merumuskan PICO/ PICOT format untuk pertanyaan penelitian jenis intervensi.
  3. Merumuskan PICO/ PICOT format untuk pertanyaan penelitian jenis non intervensi.

Uraian Materi: Konsep Evidence Based Practice –> Pertanyaan Klinik dalam Format PICO/PICOT

Sebelum mengaplikasikan Pertanyaan Klinik dalam Format PICO/PICOT, mohon disimak uraian singkat mengenai Konsep Evidence Based Practice.

Evidence based practice diawali dari suksesnya evidence based medicine (EBM), yang diperkenalkan oleh Tanner (1999), dalam Keele (2011), bahwa dasar pelaksanaan EBM adalah untuk menstandarkan praktik pada profesi dokter, mengeliminasi praktik yang tidak layak (buruk), mendukung praktik yang baik (terbaik), serta meminimalkan biaya dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Menurut Greenberg & Pyle (2006) dalam Keele (2011), “Evidence-Based Practice adalah penggunaan bukti untuk mendukung pengambilan keputusan di pelayanan kesehatan”. Dapat diartikan juga ebuah pendekatan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dimana tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan) menggunakan bukti terbaik yang tersedia, dengan persetujuan klien/pasien, untuk memutuskan pilihan yang sesuai dan terbaik bagi klien/ pasien.

Dasar-dasar penerapan evidence based practice diuraikan sebagai berikut:

  1. Semua keputusan praktis harus dibuat berdasarkan studi penelitian, dipilih dan ditafsirkan menurut beberapa karakteristik norma tertentu.
  2. Diperlukan keahlian klinis dari tenaga kesehatan.
  3. Dalam bingkai sistem pelayanan kesehatan yang berlaku.
  4. Dilaksanakan berdasarkan pilihan klien/ pasien.

Komponen evidence based practice (Melnyk & Fineout-Overholt, 2011), yang merupakan dasar dari Evidence Based Clinical Decision Making:

  1. Bukti eksternal, berupa hasil penelitian, teori-teori yang lahir dari penelitian, pendapat dari ahli, dan hasil dari diskusi panel para ahli.
  2. Bukti internal, disebut juga clinical expertise, berupa:
  3. Penilaian klinis
  4. Hasil dari proyek peningkatan kualitas dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan klinik
  5. Hasil dari pengkajian dan evaluasi pasien
  6. Alasan klinis
  7. Evaluasi dan penggunaan sumber daya tenaga kesehatan yang diperlukan untuk melakukan treatment yang dipilih.
  8. Mencapai hasil yang diharapkan.
  9. Manfaat dan keinginan pasien. Salah satu komponen penting adalah bahwa evidence based practice yang digunakan sebagai dasar decision making dapat memberikan manfaat terbaik untuk kondisi pasien saat itu dan meminimalkan pembiayaan.

Manfaat evidence based practice  (Trinder & Reynolds, 2006):

  1. Menjadi jembatan antara penelitian dan praktik. Tenaga profesional bisa memanfaatkan hasil-hasil penelitian dalam memberikan pelayanan dimana tujuan dari penggunaan tersebut adalah untuk memberikan pelayanan yang terbaik (effective dan no harm).
  2. Mengeliminasi penelitian dengan kualitas penelitian yang buruk. Hadirnya EBP secara tidak langsung menjadi pengingat bagi peneliti yang tidak menggunakan standar penelitian yang baik.
  3. Mencegah terjadinya informasi yang overload terkait hasil-hasil penelitian. Dengan adanya EBP secara tidak langsung akan mengarahkan peneliti untuk melakukan penelitian yang berkelanjutan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya.
  4. Mengeliminasi budaya “practice which is not evidence based”. Dengan adanya EBP tenaga profesional akan memberikan pelayanan terbaik dengan cara menggunakan intervensi yang sudah teruji ke-efektivannya serta intervensi yang tidak menimbulkan kerugian bagi pasien.

Penerapan evidence based practice diuraikan dalam 7 langkah, yaitu:

  1. Menumbuhkan semangat menyelidiki. Maknanya adalah secara konsisten selalu menanyakan tentang sikap dalam melaksanakan praktik dalam keperawatan, tanpa langkah ini organisasi yang membawahi perubahan dalam praktik berdasarkan EBP tidak akan sukses dan bertahan. Budaya ini ditanamkan dalam visi dan misi institusi”. Adapun elemen-elemen dalam membudayakan EBP:
  2. Mengajak semua perawatan untuk menanyakan kembali praktik keperawatan/kebidanan yang sedang mereka lakukan.
  3. Memasukkan EBP dalam visi, misi, dan promosi yang dilakukan oleh institusi kesehatan
  4. Adanya mentor serta kadernya yang mempunyai kemampuan dalam EBP dan kemampuan untuk mengatasi hambatan terkait dengan perubahan dalam individu dan institusi
  5. Adanya infrastukture yang menyediakan alat-alat untuk pengembangan EBP
  6. Dukungan administrasi dan adanya leadership yang menilai, menentukan EBP model, serta menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mempertahankan budaya EBP
  7. Secara teratur mengenali/mengidentifikasi individu atau kelompok-kelompok yang secara consisten melakukan EBP
  8. Menanyakan pertanyaan klinik dengan menggunakan PICO/PICOT format. Format ini terdiri atas:
P : Populasi pasien atau disease of interest
I : Intervensi atau Issues of Interest
C : Control / Intervensi pembanding/ kelompok pembanding
O : Outcomes/ hasil-hasil yang diharapkan
T : Time frame (batas waktu)

 

Adapun jenis-jenis pertanyaan klinis menurut Melnyk & Fineout-Overholt (2011) adalah:

  1. Intervention question. Meneliti mengenai keefektivan dari suatu treatment/intervensi.
  2. Diagnostic question. Meneliti mengenai manfaat, keakuratan, seleksi, atau interpretasi dari suatu alat/instrument.
  3. Prognostic question. Meneliti mengenai keadaan pasien terkait kondisi tertentu atau mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin mengubah prognosis pasien
  4. Etiology question. Meneliti mengenai hubungan sebab akibat dan sesuatu yang mungkin merugikan
  5. Meaning question. Meneliti mengenai makna dari sesuatu hal.

Bentuk pertanyaan klinik dengan format PICO/ PICOT untuk intervention question, adalah:

Gambar: Pertanyaan Klinik Dengan Format PICO/ PICOT Untuk Intervention Question.

Adapun bentuk pertanyaan klinik dengan format PICO/ PICOT untuk non-intervention question, adalah:

Gambar: Pertanyaan Klinik Dengan Format PICO/ PICOT Untuk Non-Intervention Question.

Di bawah ini adalah contoh pertanyaan penelitian, sebagai berikut:

Jenis Pertanyaan

Penelitian

Contoh
Intervention Bagaimanakah pemberian kalsium pada ibu hamil dapat mengurangi resiko preeklamsia ?
Prognostic Apakah diet karbohidrat mampu memprediksi pemeliharaan berat badan yang sehat (BMI< 25) selama lebih dari 6 bulan pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga obesitas (BMI> 30)?
Diagnostic Apakah Quick Check Hb lebih efektif dalam mengukur Hb dibandingkan Sahli?
Etiology Apakah wanita kulit putih yang terpapar sinar UV ray berkepanjangan dan tidak menggunakan protection (>1 jam) meningkatkan resiko terkena melanoma jika dibandingkan  wanita kulit hitam yang tidak  terpapar UV ray?
Meaning Bagaimanakah wanita paruh baya dengan Ca Mammae mempersepsikan kehilanggan jaringan payudara?
  1. Mencari dan mengumpulkan bukti-bukti (artikel penelititan) yang paling relevan dengan PICO/PICOT. Kata kunci untuk mencari bukti-bukti merupakan kata-kata yang ada dalam PICO/PICOT. Cari kata-kata lain yang mempunyai makna sama seperti kata-kata yang ada di PICO/PICOT. Setiap jenis pertanyaan mempunyai hierarchy of evidence yang berbeda. Mencari bukti ilmiah dapat dilakukan melalui journal databased, yang akan dibahas tersendiri pada bab berikutnya.
  2. Melakukan penilaian kritis (critical appraisal) terhadap bukti-bukti (artikel penelititan). Critical Appraisal menyesuaikan dari jenis/level artikel. Pertanyaan utama dalam Critical Appraisal adalah:

a. Apakah hasil dari penelitian tersebut valid?

  • Apakah penelitian tersebut menggunakan metodologi penelitian yang baik?

b. Apakah hasil dari penelitian tersebut reliable?

    • Apakah intervensinya bekerja dengan baik?
    • Sebesar apa efek dari intervensi tersebut?

c. Apakah hasil penelitian tersebut akan membantu dalam melakukan perawatan untuk pasien saya?

    • Apakah sample penelitiannya mirip dengan pasien saya?
    • Apakah keuntungannya lebih besar dari pada resikonya?
    • Apakah intervensi tersebut mudah untuk diimplementasikan?

Untuk dapat melakukan critical appraisal dengan baik, perlu memahami tentang level of evidence, sebagai berikut:

a. Levels of evidence for intervention & diagnostic questions.

b. Levels of evidence for prognosis & etiology questions.

c. Levels of evidence for meaning question.

  1. Mengintegrasikan bukti-bukti (artikel penelitian) terbaik dengan salah satu ahli di klinik serta memperhatikan keinginan dan manfaatnya bagi pasien dalam membuat keputusan atau perubahan.
    1. Clinical expertise (CE). Ini merupakan bagian yang paling penting dalam proses EBP decision making. Contoh: saat follow up untuk evaluasi hasil, CE mencatat bahwa saat treatment kasus acute otitis media first-line antibiotik tidak effective. Artikel terbaru menyatakan Antibiotik A mempunyai manfaat yang lebih baik dari pada Antibiotik B sebagai second-line antibiotik pada anak-anak.
    2. Jika kualitas evidence bagus dan intervensi sangat memberikan manfaat, akan tetapi jika hasil diskusi dengan pasien menghasilkan suatu alasan yang membuat pasien menolak treatment, maka intervensi tersebut tidak bisa diaplikasikan.
  2. Mengevaluasi outcome dari perubahan yang telah diputuskan berdasarkan bukti-bukti. Langkah ini penting untuk menilai dan mendokumentasikan dampak dari perubahan pelayanan berdasarkan EBP dalam kualitas pelayanan kesehatan/ manfaatnya bagi pasien. Evaluasi dilakukan dengan menilai apakah perubahan yang terjadi saat mengimplementasikan hasil EBP di klinik sesuai dengan apa yang tertulis dalam artikel. Jika hasil tidak sesuai dengan artikel-artikel yang ada, maka evaluasi apakah treatment dilaksanakan sesuai dengan standard operating prosedure (SOP) di artikel? dan apakah pasien kita mirip dengan sample penelitian dalam artikel tersebut?.
  3. Menyebarluaskan hasil dari EBP. Dessiminasi dilakukan untuk meng-share hasil EBP sehingga perawat dan tenaga kesehatan yang lain mau melakukan perubahan bersama dan atau menerima perubahan tersebut untuk memberikan pelayanan perawatan yang lebih baik. Adapun desseminasi dapat dilakukan melalui oral presentasi, melalui panel presentasi, melalui roundtable presentasi, melalui poster presentasi, melalui small-group presentasi, melalui podcast/vodcast presentasi, melalui community meetings, melalui hospital/organization-based & professional committee meetings, melalui journal clubs, dan melalui publishing.

Untuk menentukan level of evidence, dapat juga berdasarkan klasifikasi evidence based medicine (EBM) klinik. Hal ini mengacu pada: U.S. Preventive Services Task Force, dan U. K. National Health Service (level of evidence [LOE]).

Menurut U.S. Preventive Services Task Force, ditentukan menjadi lima level, sebagai berikut:

  1. Level I: Designed randomized controlled trial.
  2. Level II-1: Designed controllled trial tanpa random
  3. Level II-2: Studi cohort atau case-control analytic.
  4. Level II-3: Multiple time series dengan atau tanpa intervensi.
  5. Level III: Pendapat ahli, penelitian klinik dasar, studi descriptive atau laporan kasus.

Sedangkan kategori dari rekomendasi (US. Preventive Services Task Force), sebagai berikut:

  1. Level A: Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik lebih baik dengan resiko sedikit.
  2. Level B: Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit lebih baik dengan resiko sedikit.
  3. Level C: Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit, dimana perbandingan antara manfaat dan resiko sama.
  4. Level D: Suatu penelitian yang memberikan resiko klinik lebih berat.
  5. Level I: Suatu penelitian yang tidak mempunyai bukti cukup, kualitas jelek atau banyak pertentangan.

Selanjutnya adalah level of evidence (LOE) menurut UK National Health Service, yang pembagaiannya ditentukan berdasarkan pendekatan prevention, diagnosis, prognosis dan therapy.

  1. Level A: Consistent Randomised Controlled Clinical Trial, Cohort study, keputusan klinik berdasarkan validitas pada populasi yang berbeda.
  2. Level B: Consistent Retrospective Cohort,Explonatory Cohort, Ecological Study,,Outcomes Research, Case-control Study, atau extrapolasi dari studi level A.
  3. Level C: Case-series Study atau extrapolasi dari studi level B.
  4. Level D: Opini tanpa critical appraisal atau berdasarkan patophysiologi.

Untuk lebih memahami mengenai bagaimana merumuskan masalah ke dalam pertanyaan klinik dengan format PICO/PICOT), perhatikan lembar daftar tilik berikut:

No. Langkah Keterangan
1 Tentukan kasus Tentukan kasus yang menarik yang akan anda bahas untuk mencari dasar evidence based practice.nya
2 Buat skenario klinik Buatlah kasus tersebut ke dalam skenario klinik agar dapat dianalisis ke dalam format pertanyaan klinik
3 Buat pertanyaan klinik Skenario yang telah disusun, kemudian diringkas menjadi pernyataan klinis sesuai dengan format PICO/ PICOT.
4 Tentukan PICO/ PICOT Tentukan P-I-C-O dan atau T, berdasarkan skenario yang telah diringkas
5 Tentukan jenis pertanyaan klinik Tentukan jenis pertanyaan kliniknya berdasarkan skenario tadi (intervensi, diagnostik, prognostik, etiologi, meaning)
6 Tentukan jenis/ metode penelitian Tentukan jenis/ metode penelitian yang sesuai dengan pertanyaan klinik

Ringkasan

Langkah dasar dalam menerapkan evidence based practice diawali dengan clinical question, yaitu pertanyaan klinik yang fokus pada pasien dan orientasi pada masalah. Langkah kedua adalah temukan bukti terbaik dengan melakukan pencarian literatur pada journal databased terpercaya. Langkah ketiga adalah melakukan critical appraisal, yaitu mengevaluasi bukti ilmiah untuk qualitas dan kegunaannya. Langkah keempat adalah menerapkan bukti ilmiah dengan mengimplementasikan temuan yang berguna dalam praktik klinik. Dan langkah terakhir adalah evaluasi informasi, intervensi dan proses evidence based practice secara keseluruhan.

Menentukan pertanyaan klinik yang benar merupakan kunci pokok dalam langkah penerapan evidence based practice selanjutnya. Format pertanyaan klinik berupa PICO dan PICOT, yang dibedakan menjadi jenis penelitian intervensi dan non intervensi.


Untuk mensitasi dan mengunduh materi: https://www.academia.edu/43411578/LANGKAH-LANGKAH_MEMPRAKTIKKAN_EVIDENCE_BASED_PRACTICE