Solusio Placenta

Oleh: Gita Kostania

Solutio placenta (abrupsio placenta) atau pemisahan prematur placenta adalah suatu kondisi lepasnya sebagian atau seluruh placenta dari tempat implantasinya sebelum waktunya. Pelepasan terjadi pada desidua basalis sebelum janin lahir pada trimester ke-tiga. Kejadian ini dapat menyebabkan perdarahan serius pada kehamilan. Sifat perdarahan dapat tersembunyi apabila perdarahan dan bagian yang terlepas berasal dari bagian tengah placenta, maupun terlihat dengan jelas apabila bagian yang terlepas atau bagian yang terkoyak berada di tepi placenta.

DSC_1852

 

Gambar 1. Gambaran Pemisahan Prematur pada Solusio Placenta yang Berimplantasi secara Normal

Faktor penyebab solutio placenta belum diketahui dengan jelas, namun beberapa faktor pendukung diantaranya:

  1. Faktor vaskuler: hipertensi esensial pada ibu hamil, eklamsi, glomerulonefritis kronik.
  2. Usia ibu dan paritas (multipara).
  3. Trauma langsung (trauma tumpul pada abdomen ibu): jatuh, kene tendang, dll.
  4. Faktor trauma (peningkatan volume dan ukuran uterus secara mendadak): apabila terjadi pecah ketuban akibat polihidramnion,  diantara persalinan pada kehamilan gemeli, tekanan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, dan pertolongan persalinan.
  5. Riwayat solutio terdahulu.
  6. Pengaruh lain: anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava inferior, perokok.

Tanda dan gejala solutio placenta bergantung pada derajat pemisahan. Sifat perdarahan bisa tersembunyi atau nyata, dapat disertai nyeri punggung dan kolik yang menyeluruh, terdapat nyeri tekan lokal atau menyeluruh pada abdomen, aktivitas uterus yang tidak terkoordinasi (hipertonik) diselingi relaksasi uterus, penurunan frekuensi denyut jantung janin, dan penurunan pergerakan janin atau hilang sama sekali. Gejala hipertonik klasik (karekteristik rahim seperti papan dan kaku) hanya terjadi pada kasus solutio placenta yang luas. Tanda signifikan yang lain adalah pembesaran uterus (diukur dari tinggi fundus uteri), terjadi pada perdarahan tersembunyi dan disertai gejala syok.

 

Solusio placenta

Gambar 2. Gambaran terjadinya Perdarahan Tersembunyi pada Solusio Placenta

Penatalaksanaan adalah dengan pertolongan persalinan. Apabila janin masih hidup dengan sectio caesarea, dan apabila sudah meninggal dapat dilakukan pertolongan persalinan normal dengan atau tanpa induksi.

Diagnosis solutio placenta harus dipertimbangkan pada ibu dengan:

  1. Menanyakan pada ibu tentang: nyeri punggung dan aktivitas uterus yang seperti kolik, perdarahan yang banyak tiba-tiba dan berwarna merah tua.
  2. Tanyakan tentang trauma yang baru dialami: kecelakaan kendaraan bermotor, menjadi korban pemukulan, dll)
  3. Periksa: kondisi cerviks (pembukaan, penipisan), sifat perdarahan, denyut jantung dan pergerakan janin, tanda-tanda vital, proteinuria, aktivitas uterus (his).

Perdarahan karena solutio placenta merupakan keadaan darurat yang harus segera ditangani. Apabila bidan menjumpai kasus ini, apabila pembukaan sudah lengkap dan bagian terendah berada di dasar panggul, maka segera lakukan pertolongan persalinan dengan memberikan cairan intravena. Namun apabila pembukaan belum lengkap dan masih memungkinkan dirujuk, maka penatalaksanaannya:

  1. Cari pertolongan untuk membantu merujuk.
  2. Memberikan cairan intravena dua jalur (sebagai persiapan transfusi dan memaksimalkan rehidrasi): dextrosa 5% dan ringer laktat dangan ukuran vena kateter 16.
  3. Atur posisi ibu dengan posisi Trendelenburg.
  4. Pantau tanda-tanda vital sebelum dan selama rujukan: tekanan darah, denyut nadi, denyut jantung janin.
  5. Berikan oksigen dan selimuti dengan selimut hangat.
  6. Berikan informasi kepada ibu dan keluarga akan keadaan ibu dan sifat kedaruratan terapi, termasuk juga kemungkinan dilakukan sectio caesarea, transfusi darah dan resusitasi neonatus (keadaan bayi).
  7. Jika memungkinkan, segera pasang Foley kateter untuk mengukur pengeluaran cairan, dan sebagai persiapan terhadap kemungkinan pembedahan.

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
  3. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  4. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
  5. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.

Placenta Previa

Oleh: Gita Kostania

Placenta previa adalah kelainan implantasi placenta, dimana insersi placenta berada di segmen bawah uterus, baik anterior maupun posterior, sehingga perkembangan placenta yang sempurna menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (Ostium Uteri Internum/OUI). Luas bagian placenta yang metutupi OUI menentukan klasifikasi placenta previa, yaitu: 1) placenta totalis/komplit/sentral, yaitu suatu kondisi dimana seluruh badan placenta memenuhi segmen bawah uterus sehingga menutup OUI, dan jika OUI tertutup semua oleh placenta ketika berdilatasi lengkap; 2) placenta uteri placenta previa sebagian/parsial/lateral, yaitu apabila bagian tepi placenta menutupi bagian OUI (placenta menutupi OUI sebagian); 3) placenta previa marginal/tepi, yaitu apabila hanya pinggiran placenta yang mendekati OUI (bagian tepi placenta berada dekat cerviks, tetapi tidak berada tepat di atas OUI.

DSC_1851

Gambar 1. Klasifikasi Placenta Previa (A. PP Totalis, B. PP Lateral, C. PP Marginal)

Faktor predisposisi terjadinya placenta previa adalah:

  1. Multiparitas.
  2. Usia ibu lebih dari 35 tahun.
  3. Riwayat placenta previa pada kehamilan sebelumnya.
  4. Riwayat pembedahan rahim (sectio caesarea), kuretase, dan manual placenta.
  5. Kehamilan kembar (ukuran placenta lebih besar).
  6. Perokok (kemungkinan ukuran placenta lebih besar).
  7. Korpus luteum bereaksi lambat, endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
  8. Tumor pada rahim (mioma uteri, polip endometrium).

Tanda utama placenta previa adalah perdarahan pervaginam yang terjadi tiba-tiba dan tanpa disertai nyeri. Perdarahan terjadi berulang, dengan jumlah sedikit dan terjadi selama trimester tiga. Sebab dari perdarahan adalah karena terdapat bagian placenta dan pembuluh darah pada placenta yang robek karena: terbentuknya segmen bawah rahim, dan terbukanya OUI uleh manipulasi intravaginal atau rectal. Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung pada besar dan banyaknya pembuluh darah yang robek dan placenta yang lepas. Kondisi lain yang umum terjadi pada placenta previa adalah terjadinya malpresentasi (sungsang, letak lintang, kepala tidak memasuki PAP), hal ini disebabkan oleh terhalangnya janin masuk ke segmen bawah rahim.

Placenta previa

Gambar 2. Gambaran terjadinya Perdarahan karena Placenta Previa

Diagnosis placenta previa dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Apabila pemeriksaan USG dilakukan sebelum kehamilan berusia 28 minggu menunjukkan hasil bahwa placenta berada di bagian bawah, maka perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada trimester ke-tiga untuk mengevaluasi perkembangan posisi placenta dalam hubungannya dengan perkembangan cerviks dan pembentukan segmen bawah rahim menjelang persalinan. Apabila perkembangan placenta sampai menutupi OUI, maka persalinan tidak dapat dilakukan pervaginam.

Pengaruh placenta previa pada kehamilan adalah: kesalahan letak janin; partus prematurus karena timbulnya his oleh: rangsangan koagulum darah pada cerviks, lepasnya placenta, kadar progesteron turun dan dapat juga karena periksa dalam.

Apabila seorang ibu hamil datang dengan perdarahan pervaginam pada trimester tiga tanpa rasa nyeri, maka hal-hal yang perlu dikaji meliputi:

  1. Anamnesis: pastikan usia kehamilan dan taksiran persalinan, tanyakan sifat perdarahan (tanpa sebab, tanpa nyeri berulang dan berwarna merah segar). Perdarahan timbul tiba-tiba tanpa sebab yang dapat timbul sewaktu bangun tidur, perdarahan cenderung berulang dengan volume yang semakin bertambah banyak dari sebelumnya.
  2. Inspeksi: dapat dilihat pengeluaran darah pervaginam (jumlah, warna, bekuan darah), dilihat keadaan umum ibu (kesadaran, tingkat anemia).
  3. Palpasi abdomen: sering dijumpai kelainan letak janin (malpresentasi); bagian terbawah janin belum memasuki PAP; pada ibu dengan dinding abdomen yang tipis, dapat merasakan bantalan pada segmen bawah rahim; bagian-bagian janin masih dapat diraba dnegan jelas dan DJJ dapat diperiksa dengan mudah.
  4. Pemeriksaan inspekulo: untuk memastikan asal perdarahan (harus dilakukan secara hati-hati). Perdarahan selain dari uterus dapat berasal dari: kelainan cerviks, vagina, varices pecah, dll. Pada ibu hamil yang dicurigai mengalami placenta previa, bidan/nakes dilarang keras melakukan pemeriksaan dalam, sampai deketahui posisi placenta dengan tepat.
  5. Ultrasonografi: dilakukan untuk memastikan posisi placenta.

Apabila seorang ibu mengalami perdarahan yang berhubungan dengan placenta previa, maka rencana penatalaksanaan disesuaikan dengan umur kehamilan, tingkat keparahan dan status janin. Penatalaksanaan terdiri dari dua, yaitu terapi pasif (konservatif) dan terapi aktif. Terapi pasif diberikan kepada ibu dengan usia kehamilan preterm dan janin masih dapat dipertahankan, dilakukan dengan tirah baring, pemberian obat-obatan dan observasi ketat. Terapi aktif dilakukan pada ibu dengan usia kehamilan aterm, atau pada usia kehamilan belum aterm, namun kondisi janin dan ibu terancam, maka pertolongan persalinan harus segera dilakukan.

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
  3. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  4. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
  5. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.