Hiperemesis Gravidarum

Oleh: Gita Kostania

Hyperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan atau tidak terkendali selama masa hamil. Mual dan muntah yang membahayakan ini berbeda dari morning sickness normal yang umum dialami ibu hamil karena intensitasnya melebihi muntah normal dan berlangsung selama trimester pertama kehamilan, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit atau defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan. Dehidrasi menyebabkan hipovolemia yang dimanifestasikan sebagai hipotensi, takikardi, peningkatan hematocrit serta penurunan produksi urin. Vomitus menyebabkan penurunan cairan asam lambung juga kandungan alkalin dari bagian saluran cerna yang lebih dalam. Hal ini menyebabkan terjadinya asidosis metabolik. Defisiensi nutrisi menyebabkan hipoproteinemia dan hipovitaminosis. Ikterik dan hemoragi akibat defisiensi vitamin C dan B-kompleks menyebabkan perdarahan dari permukaan mukosa. Pada kasus-kasus yang ekstrim ini, embrio dan janin dapat mati dan ibu dapat meninggal akibat perubahan metabolic yang menetap.

HEG

Pada beberapa kasus, hyperemesis dapat terjadi pada trimester pertama dan menetap selama kehamilan dengan tingkat keparahan yang bervariasi.  Hyperemesis gravidarum umumnya dapat sembuh dengan sendirinya, tetapi penyembuhan berjalan lambat dan relaps yang sering umum terjadi.

Penyebab utama hyperemesis gravidarum belum diketahui, tetapi kemungkinan merupakan gabungan antara perubahan hormonal dan factor psikis. Perubahan hormonal meliputi: human chorionic gonadotropin (hCG), estrogen, progesterone, leptin, placental growth hormone, prolactin, thyroxine, dan hormone adrenocortical. Faktor psikis dapat terjadi karena adanya ambivalen terhadap kehamilan dan perasaan yang saling berkonfik tentang peran di masa depan sebagai ibu, perubahan tubuh dan perubahan gaya hidup selama hamil. Kondisi ini paling sering terjadi diantara ibu primigravida dan cenderung terjadi lagi pada kehamilan berikutnya. Factor predisposisi lainnya: usia ibu kurang dari 20 tahun, obesitas, gestasi multiple, dan penyakit trofoblastik (mola hidatidosa).

Secara lebih rinci, efek dan tanda gejala hyperemesis gravidarum yaitu:

  1. Muntah hebat
  2. Nafsu makan buruk
  3. Asupan makanan buruk
  4. Penurunan berat badan
  5. Dehidrasi
  6. Ketidakseimbangan elektrolit
  7. Respons berlebihan terhadap masalah psikososial yang mendasar
  8. Muntah yang tidak dapat diatasi dengan tindakan untuk mengatasi morning sickness
  9. Asidosis yang disebabkan kelaparan
  10. Alkalosis yang disebabkan kelaparan
  11. Alkalosis akibat hilangnya asam hidroklorida yang keluar bersama muntahan
  12. Hypokalemia.

Pengkajian data yang perlu dilakukan meliputi:

  1. Anamnesis tentang riwayat: frekuensi muntah, asupan dan pola makan, eliminasi, jenis muntahan (apakah bercampur darah?), demam, nyeri abdomen, riwayat DM, pembedahan abdomen sebelumnya, pola istirahat, dukungan keluarga dan kecemasan karena kehamilan.
  2. Pemeriksaan fisik: berat badan (dan hubungannya dengan BB sebelumnya), tanda-tanda vital, turgor kulit, kelembaban membran mukosa, kondisi lidah (bengkak, kering, pecah-pecah?), palpasi abdomen (pembesaran organ, nyeri tekan, distensi), bising usus, bau (buah) ketika bernafas, pengkajian pertumbuhan dan kesejahteraan janin.
  3. Laboratorium: pemeriksaan keton dalam urin, urinalisis, elektrolit, tes fungsi ginjal, TSH dan T4.

Apabila hasil pengkajian data yang didapat: ibu mengalami dehidrasi (turgor kulit buruk; peningkatan frekuensi nadi dan pernafasan; penurunan produksi urin dan peningkatan berat jenis urin; serta pemeriksaan urin positif mengandung keton, bau buah ketika bernafas, dan berat badan turun (asidosis akibat pembakaran lemak sebagai sumber energi); maka hal ini mengindikasikan adanya hiperemesis gravidarum. Namun apabila tidak ada asidosis atau dehidrasi, ibu tersebut sebenarnya tidak mengalami hiperemesis gravidarum. Tindakan awal yang perlu segera dilakukan adalah:

  1. Infus Dextrosa 5%, dengan kecepatan aliran 200 mL/jam untuk 1 liter pertama.
  2. Mempuasakan ibu atau meminimalkan asupan cairan per oral selama beberapa jam untuk mengistirahatkan lambung.
  3. Setelah beberapa jam, berikan cairan oral sedikit demi sedikit. Apabila mual dan muntah muncul lagi, maka ibu dianjurkan berpuasa lagi.
  4. Lakukan pemeriksaan sampel urin untuk memantau keton.
  5. Pemberian obat anti muntah, yang umum diberikan: prometazin (phenergan) 25 mg intravena atau supositoria; klorpromazin (thorazine) supositoria 25-50 mg tiap 6-8 jam atau IM 25-50 mg tiap 3-4 jam; proklorperazine (compazine) 10 mg IM atau 2,5-10 mg IV setiap 3-4 jam atau 25 mg supositoria 2 kali sehari; metoklopamid (reglan) 10 mg oral 4 kali sehari; metilprednisolon 16 mg tiga kali sehari, kemudian kurangi bertahap selama dua minggu (untuk hiperemesis yang membandel).
  6. Pemberian sedatif (luminal dan stesolid), disertai roboransia (vitamin B1 dan B6).

Beberapa ibu dapat kembali normal setelah dilakukan penatalaksanaan tersebut, namun umumnya mual muntah ringan akan menetap. Perhatikan pengaruh psikologis, seperti riwayat depresi, gangguan pola makan dan body image, pengaruh keluarga dan sosio ekonomi. Untuk itu, dukungan moral sangat diperlukan ibu dan keluarganya.

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
  3. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  4. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
  5. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.