Mengidentifikasi Penyulit dan Komplikasi Kehamilan

Oleh: Gita Kostania

Filosofi kebidanan meyakini bahwa kehamilan merupakan suatu hal yang normal atau fisiologis. Namun adakalanya kehamilan yang normal dapat berubah menjadi patologis. Untuk menapis keadaan ini, dibutuhkan kemampuan bidan untuk mendeteksi penyulit dan komplikasi kehamilan secara dini yang mungkin ada.

Dalam upaya mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi selama kehamilan, pengetahuan yang menyeluruh tentang ruang lingkup kondisi yang normal mutlak dibutuhkan. Pengetahuan yang memadai tentang identifikasi penyulit dan komplikasi kehamilan memampukan bidan untuk segera melakukan tindakan apabila terjadi masalah pada ibu hamil, baik mandiri, kolaborasi ataupun rujukan.

Beberapa penyulit dan komplikasi selama kehamilan diantaranya meliputi masalah: perdarahan, gangguan penglihatan disertai dengan nyeri kepala hebat, hyperemesis gravidarum, nyeri perut hebt, hipertensi, keluar cairan pervaginam, bengkak di wajah dan ekstrimitas, dan gerakan janin tidak terasa.

A. Perdarahan

Perdarahan merupakan tanda bahaya kehamilan yang perlu diwaspadai ibu hamil maupun bidan. Perdarahan yang terjadi selama kehamilan harus diselidiki untuk menyingkirkan penyebab yang dapat mengancam keutuhan kehamilan ataupun kesehatan ibu hamil. Perdarahan yang terjadi selaa kehamilan dibedakan menjadi dua, yaitu perdarahan yang terjadi pada kehamilan muda, dan perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut.

Kehamilan Muda

Kehamilan normal biasanya identik dengan amenore dan tidak adanya perdarahan pervaginam. Namun, pada beberapa kasus terdapat beberapa wanita yang mengalami perdarahan pada awal kehamilan. Perdarahan yang sering timbul pada awal kehamilan meliputi: abortus, inkompetensi cerviks, kehamilan ektopik dan kehamilan mola. Perdarahan pasca coitus dan perdarahan selama implantasi merupakan gejala yang umum dijumpai yang juga perlu diwaspadai oleh bidan.

Apabila seorang wanita mengeluhkan mengalami perdarahan dari jalan lahir, maka pengkajian riwayat kehamilan secara menyeluruh mutlak diperukan. Riwayat yang perlu dikaji, antara lain:

  1. Hari Pertama Menstruasi Terakhir (HPMT), keteraturan menstruasi, penggunaan alat kontrasepsi.
  2. Hasil test kehamilan, kapan dinyatakan positif.
  3. Riwayat kehamilan sebelumnya: riwayat keguguran atau riwayat perdarahan kehamilan sebelumnya.
  4. Riwayat kontrasepsi, khususnya akseptor KB IUD.
  5. Riwayat perdarahan saat ini, tanyakan: kapan mulai, banyaknya darah yang keluar (apakah ibu perlu mengganti pembalut?), frekuensi pengeluaran darah (seberapa sering?), dan warna darah (merah segar atau merah kehitaman?).
  6. Tanyakan apakah perdarahan disertai kram atau nyeri, jika iya, kapan mulainya, di bagian mana nyerinya (depan bawah perut, garis tengah perut, sisi kanan atau sisi kiri perut, punggung, rectum, bahu), apakah juga disertai nyeri ketika bernafas?, sifat nyeri (sedang, terus-menerus, tajam, atau tumpul).
  7. Tanyakan apakah ibu mengalami demam atau gejala tertentu pada saluran perkemihan.
  8. Tanyakan tentang senggama, kapan terakhir melakukan, apakah perdarahan terjadi setelah senggama, dan apakah menyebabkan kontraksi rahim.

Apabila perdarahan yang dilami ibu ringan, tidak merasakan nyeri abdomen ataupun pada punggung bawah, maka instruksi yang diberikan bidan untuk mengatasi perdarahan ringan tersebut adalah:

  1. Istirahat. Tirah baring terbukti tidak mempengaruhi kehamilan, dan hal ini dapat mengganggu fungsi keluarga. Sehingga, istirahat yang dimaksud adalah dengan mengurangi tingkat aktivitas ibu. Upayakan untuk selalu waspada terhadap gejala lanjutan yang timbul. Apabila terjadi perdarahan lagi, dan terjadi kram, maka hentikan aktivitas, cari tempat yang aman untuk berbaring, dan evaluasi kembali ke tenaga kesehatan.
  2. Mengistirahatkan panggul. Mengistirahatkan panggul dapat dilakukan dengan: tidak berhubungan seksual, tidak memasukkan benda apapun ke dalam vagina (douche, tampun).
  3. Tidak melakukan aktivitas yang dapat merangsang terjadinya orgasme, karena dapat menyebabkan kontraksi rahim.
  4. Melakukan pengawasan di rumah, dan segera hubungi bidan atau tenaga kesehatan pabil terjadi hal-hal berikut:

1)      Peningkatan jumlah dan frekuensi perdarahan

2)      Kram pada abdomen bawah atau nyeri punggung

3)      Pengeluaran cairan yang tiba-tiba dari vagina (indikasi pecah ketuban)

4)      Demam, suhu tubuh lebih dari 380.

Namun, apabila ibu mengeluh terjadi perdarahan sedang ataupun berat; nyeri pada abdomen bawah, punggung, atau pada seluruh panggul; ibu mengalami demam; terjadi hipotensi; maka rujukan harus segera dilakukan. Langkah-langkah yang harus segera dilakukan bidan diantaranya:

  1. Mengkaji riwayat ibu
  2. Evaluasi tanda-tanda vital
  3. Konfirmasi ulang haid terakhir
  4. Lakukan pemeriksaan abdomen:

1)      Palpasi: nyeri tekan, tinggi fundus uteri atau massa abdomen

2)      Auskultasi: bising usus, atau denyut jantung janin jika sudah memungkinkan

5. Lakukan pemeriksaan vagina:

1)      Observasi os serviks: pembukaan, cairan/secret, darah, bekuan, pus, bagian tubuh janin atau kebuban

2)      Penapisan untuk mendeteksi vaginitis dan servisitis (jika ada indikasi)

6. Lakukan pemeriksaan bimanual:

1)      Ukuran rahim

2)      Penipisan serviks, pembukaan dan status ketuban

3)      Massa adneksa atau nyeri

4)      Nyeri pada serviks karena tekanan atau gerakan

7. Obervasi secara ketat denyut jantung janin, jika usia kehamilan lebih dari 10 minggu dan sudah dapat didengar
8. Pemeriksaan laboratorium: hemoglobin dan hematocrit (jika ada indikasi)
9. Pemeriksaan USG.

Perawatan lanjutan yang dapat dilakukan bidan pada ibu dengan kasus perdarahan yang mengancam janin, diantaranya: memberi dukungan selama proses berduka, konseling tentang penggunaan alat kontrasepsi, konseling tentang kapan boleh melakukan hubungan seksual (dalam kurun waktu dua hingga empat minggu), konseling tentang kehamilan yang akan datang.

  1. Abortus
  2. Inkompetensi Cerviks
  3. Kehamilan Ektopik
  4. Mola Hidatidosa
  5. Blighted Ovum

Kehamilan Lanjut

  1. Placenta Previa
  2. Solutio Placenta
  3. Gangguan Pembekuan Darah

B. Hyperemesis Gravidarum

C. Preeklamsi

D. Ketuban Pecah Dini

E. Kematian Janin dalam Rahim

Lampiran Meteri PPT: Komplikasi dan Penyulit Kehamilan

Kematian Janin dalam Rahim

Oleh: Gita Kostania

Kematian janin dalam kandungan/ intra uterin fetal death (IUFD) adalah suatu kondisi dimana janin meninggal di dalam rahim setelah UK 22-24 minggu. Penyebab terjadinya IUFD diantaranya: perdarahan karena placenta previa atau solusio placenta, preeklamsi dan eklamsi, penyakit kelainan darah, penyakit infeksi dan penyakit menular, infeksi saluran kencing, gangguan endokrin (DM, hipertiroid), malnutrisi, dsb.

Tanda dan gejala terjadinya IUFD (penentuan diagnosis):

  1. Ibu akan merasakan bahwa gerakan janin terhenti.
  2. Ibu merasakan kehamilan tidak seperti biasanya, dan merasakan perutnya sering menjadi keras dan merasakan seperti mau melahirkan.
  3. Pertumbuhan janin terhenti, ukuran uterus berkurang dari minggu-minggu sebelumnya (TFU lebih rendah dari UK seharusnya).
  4. Pada pemeriksaan, tidak terdengar DJJ.
  5. Peningkatan BB ibu terhenti, atau bahkan berkurang.
  6. Perubahan pada payudara, kembali seperti senelum hamil.
  7. Pada palpasi, kepala janin terasa jatuh.
  8. Temuan pada pemeriksaan USG: tidak ada gerakan janin, tidak ada gambaran DJJ, tengkorak saling tumpang tindih (pada kematian yang terjadi beberapa hari, terjadi akibat perubahan otak menjadi cairan).

Janin yang meninggal dalam rahim biasanya lahir dengan kondisi maserasi, yaitu suatu perubahan degenerasi yang menyebabkan perubahan warna, pelunakan jaringan, disintegrasi janin yang masih dalam rahim setelah mati. Ciri-cirinya adalah: kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi pigmen darah, seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur, tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu dengan yang lainnya, cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam waktu 24 jam dari kematian janin. Perubahan maserasi janin diklasifikasikan sebagai berikut:

  1. Rigor mostis (tegang mati) –> berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
  2. Stadium maserasi I –> Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah. Stadium ini berlangsung 48 jam setelah mati.
  3. Stadium maserasi II –> lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat, stadium ini berlangsung 48 jam setelah anak mati.
  4. Stadium maserasi III –> terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem di bawah kulit.

Maserasi

 

Gambar 1. Gambaran terjadinya Maserasi Janin

Mumifikasi maserasi

Gambar 2: Gambaran terjadinya Maserasi disertai Mummifikasi

Apabila sudah dipastikan terjadi IUFD, terdapat tanda-tanda persalinan, maka lakukan pertolongan normal. Namun apabila belum ada tanda-tanda persalinan, dapat diobservasi selama 2-3 minggu sambil menunggu persalinan spontan. Apabila selama 3 minggu kematian janin atau setelah 1 minggu setelah didiagnosis mengalami IUFD belum ada tanda-tanda persalinan, maka induksi persalinan dapat dilakukan. Terjadinya IUFD dibawah 4 minggu umumnya tidak terlalu membahayakan ibu, namun apabila lebih dari itu, maka ibu beresiko mengalami gangguan pembekuan darah. Dukungan emosi sangat diperlukan ibu pada periode ini.

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
  3. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  4. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
  5. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.

Ketuban Pecah Dini

Oleh: Gita Kostania

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya, yaitu pada saat inpartu/proses terjadinya persalinan. Batasan pada primigravida apabila pembukaan kurang dari 3 cm, dan pada multigravida apabila kurang dari 5 cm. Penyebab terjadinya KPD belum diketahui dengan pasti, maka tindakan pencegahan tidak dapat dilakukan kecuali dalam upaya menekan infeksi. Faktor predisposisinya diantaranya:
a. Hipermortalitas uterus, dapat terjadi bersamaan dengan: pielonefritis, sistitis, sevisitis, dan vaginitis.
b. Kelainan selaput ketuban: terlalu tipis.
c. Infeksi (amnionitis, korioamnionitis).
d. Amniotomi dini.
e. Faktor lain: multigravida, malposisi, disproporsi kepala-panggul, inkompetensi cerviks, dll.
KPD
KPD dapat mengakibatkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas janin. Pada ibu, dapat mengakibatkan terjadinya infeksi, apalagi sering malakukan periksa dalam; partus lama; atonia uteri; perdarahan postpartum; infeksi nifas; serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu. Pada ibu dengan janin preterm, maka kehamilan dipertahankan sampai aterm dengan memberikan antibiotik profilaksis, spasmolitik dan roboransia, observasi ketat kesejahteraan janin dengan rutin memeriksa DJJ, serta menganjurkan ibu melakukan tirah baring di tempat tidur. Namun apabila sudah aterm dan belum terdapat kontraksi, induksi persalinan dapat dilakukan dengan memberikan antibiotik profilaksis.
Cara menentukan apakah benar selaput ketuban sudah pecah, maka dengan melakukan pemeriksaan:
a. Inspeksi cairan yang keluar pervaginam, dan atau melalui inspekulo untuk melihat pengeluaran dari OUE.
b. Membaui dan melihat cairan ketuban. Cairan ketuban dalam keadaan normal berbau tidak menyengat agak anyir, dan apabila berbau menyengat dan sangat anyir maka perlu diwaspadai adanya infeksi. Cairan ketuban dalam keadaan normal berwarna pucat seperti jerami, dapat mengandung serpuhan verniks caseosa. Warna coklat-kehijauan: janin mengalami hipoksia/fetal distress. Warna kekuningan: adanya hipoksia disertai infeksi. Warna kemerahan: menunjukkan adanya solusio placenta.
c. Memastikan cairan ketuban menggunakan kertas lakmus untuk memeriksa cairan yang keluar pervaginam. Cairan ketuban bersifat basa, urin dan cairan vagina bersifat asam. Apabila cairan ketuban, maka kemungkinan hasilnya: hijau-biru (pH 6,5), kelabu-hijau (pH 7,0) dan biru tua (pH 7,5).

Referensi:
1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
2. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
3. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
4. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
5. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.