Gangguan Pembekuan Darah

Oleh: Gita Kostania

Penyebab lain terjadinya perdarahan pada trimester tiga adalah adanya gangguan pembekuan darah. Pada saat terjadi perdarahan, maka secara normal dalam tubuh terjadi proses keseimbangan (homeostatis) dan fibrinolisis. Sestem homeostatis berfungsi menghentikan aliran darah dari pembuluh darah yang cedera, sebagian melalui pembentukan benang-benang fibrin yang tidak larut. Fase-fase proses koagulasi melibatkan interaksi faktor-faktor koagulasi dimana setiap faktor secara berurutan mengaktifkan faktor berikutnya. Sistem fibrinolisis mengacu pada proses dimana fibrin terbagi menjadi produk degradasi fibrin (penghancuran benang-benang fibrin) dan memperbaiki sirkulasi.

Indikasi adanya gangguan pembekuan darah: riwayat perdarahan abnormal, penurunan kecenderungan perdarahan yang tidak lazim, dan laporan penyimpangan temuan laboratorium. Gangguan pembekuan darah yang akan dibahas yaitu pembekuan normal dan gengguan pembekuan lain.

Gangguan Pembekuan Normal

Gangguan pembekuan normal adalah sindrom defibrinasi/koagulopati defibrinasi/ Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu bentuk patologis pembekuan yang difus dan mengkonsumsi sejumlah besar faktor pembekuan, menyebabkan perdarahan interna/eksterna yang luas. Secara sederhana, DIC merupakan suatu konsumsi faktor pembekuan darah dalam jumlah besar.

Tanda dan gejala terjadinya DIC, pada pemeriksaan fisik menunjukkan adanya perdarahan yang tidak lazim, yaitu adanya perdarahan spontan dari gusi atau hidung, munculnya petekie di sekeliling manset pada lengannya saat pemeriksaan tekanan darah. Perdarahan berlebihan dapat terjadi dari tempat trauma, misal pada tempat injeksi, tempat pungsi vena, daerah pubis dan vulva setelah pencukuran, dan cedera akibat insersi kateter utin. Gejala yang lain adalah takikardi dan diaforesis; penurunan trombosit, fibrinogen dan protrombin (faktor-faktor yang dikonsumsi selama koagulasi).

Pada DIC, fibrinolisis mula-mula meningkat, tetapi kemudian menurun hebat. Pemecahan fibrin meningkatkan akumulasi produk degradasi (pemisahan) fibrin dalam darah. Produk degradasi fibrin mengandung materi-materi antikoagulan, sehingga masa protrombin menjadi lama. Waktu perdarahan normal, waktu koagulasi memperlihatkan tidak ada bekuan, waktu retraksi bekuan menunjukkan tidak ada bekuan.

DIC dapat mengakibatkan terjadinya gagal ginjal, untuk itu pengeluaran urin harus dipantau, pertahankan pengeluaran lebih dari 30 mL/jam. Berikan juga oksigen melalui sungkup yang dipasang ketat 10-12 L/menit. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memperbaiki penyebab dasar, misalnya pengangkatan janin yang mati, terapi infeksi, dan pengangkatan solusio placenta. Prognosis ibu dan janin bergantung pada derajat dan luas gangguan penyebab juga respon ibu terhadap terapi dengan cepat dan tepat. Resiko msternal lebih jauh meningkat apabila terjadi kematian janin dalam rahim.

Gangguan Pembekuan Lain

Gangguan pembekuan lain yang akan dibahas adalah Purpura Trombositopenia Autoimun (ATP) dan Isoimunisasi (Rh) D.

A.   Purpura Trombositopenia Autoimun

Purpura Trombositopenia Autoimun (ATP) merupakan ganguan autoimun dimana antibodi antitrombosit menurunkan rentang hidup trombosit. Trombositopenia, kerentanan kapiler, dan peningkatan waktu perdarahan merupakan tanda diagnostik gangguan ini. ATP dapat menyebabkan terjadinya perdarahan setelah kelahiran melalui SC atau akibat laserasi perineum, vagina, dan cerviks. Insiden perdarahan postpartum pada uterus atau terjadinya hematoma juga meningkat pada ATP.

Pada kasus ini, transfusi trombosit diberikan untuk mempertahankan hitung trombosit 100.000/mm3. Kortikosteroid juga diberikan jika diagnosis ditegakkan sebelum atau selama kehamilan. ATP dapat menyebabkan terjadinya trombositopenia neonatus, terjadi pada sekitar 50% kasus dan diasosiasikan dnegan mortalitas yang tinggi.

B.   Isoimunisasi (Rh) D

Semua darah manusia dibentuk oleh kelompok darah ABO. Sebagian besar manusia memiliki suatu antigen permukaan sel darah merah pada sistem golongan darah rhesus. Mereka yang mempunyai antigen dipertimbangkan sebagai Rh(D) positif, dan mereka yang tidak mempunyai faktor Rh, disebut Rh(D) negatif. Antigen Rh selanjutnya dikategorikan ke dalam suatu kompleks antigen C, D, E, c dan e. Antigen D (yang akan dibahas) paling sering dihubungkan dengan penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir. Ada tidaknya antigen D merupakan aspek terpenting pada pengkategorian faktor Rh dan antigen terkait. Jadi, istilah Rh(D) positif menjelaskan bahwa terdapat antigen D, dan tidak adanya antigen D berkaitan dengan Rh(D) negatif. Angka insiden Rh(D) negatif pada orang Indonesia sekitar satu hingga dua persen dari total populasi. Orang Eropa berkulit putih sekitar 15 persen, Negro Amerika sekitar lima hingga delapan persen, dan penduduk asli Amerika sama dengan Indonesia yaitu sekitar satu persen.

Apabila seorang wanita tidak mempunyai antigen terhadap antigen Rhesus D (jika ia Rhesus negative), maka ia akan membangun antibody melawan factor Rh jika Rh tersebut dimasukkan ke dalam darahnya. Hal ini dapat terjadi pada saat transfuse darah dengan Rh(D) positif atau jika wanita mengandung janin dengan Rh(D) positif dan ada darah masuk ke dalam sirkulasi darah ibu. Karena darah antara ibu dan janin berasal dari sumber yang berbeda sama sekali, hal ini tidak selalu menjadi masalah.

Supaya terjadi isoimunisasi Rh(D), ibu harus Rh(D) negative dan janin Rh(D) positif. Sel darah merah janin harus masuk ke dalam sirkulasi darah ibu dalam jumlah cukup. Ibu juga harus mempunyai kemampuan imunogenik untuk memproduksi antibody terhadap antigen. Waktu paling umum terjadinya perdarahan pada janin-ibu adalah pada saat pelahiran bayi.

Ketika sel Rh(D) positif dimasukkan ke dalam serum wanita dengan Rh(D) negative, tubuhnya akan membentuk antibody anti-D. Masuknya sejumlah darah janin ke dalam sirkulasi ibu dapat merangsang pembentukan antibody yang dapat menyebabkan hemolysis sel darah janin kehamilan selanjutnya. Ketika ibu memiliki antibody anti , antibody ini dapat diangkut ke sirkulasi janin melalui placenta. Akibatnya sel darah merah janin menjadi rusak, diikuti anemia, dekompensasi jantung, bahkan hydrops fetalis dan kemungkinan kematian pada masa janin atau pada masa neonates dini, tergantung keparahan reaksi dan keefektifan penatalaksanaan.

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
  3. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  4. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
  5. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.

1 komentar pada “Gangguan Pembekuan Darah

  1. Ping-balik: Mengidentifikasi Penyulit dan Komplikasi Kehamilan | Oshigita's Page

Tulis komentar