Anemia dalam Kehamilan

Oleh: Gita Kostania

Anemia adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen. Hal tersebut dapat terjadi akibat penurunan produksi sel darah merah dan atau penurunan hemoglobin dalam darah.

Batasan anemia pada ibu hamil yang tinggal pada ketinggian permukaan laut atau mendekati ketinggian tersebut; trimester 1: kurang dari 11 gram/dL dengan kadar Hematocrit dibawah 37%. Pada trimester 2: kurang dari 10,5 gram/dL dengan kadar Hematocrit dibawah 35%. Pada trimester 3: kurang dari 10 gram/dL dengan kadar Hematocrit dibawah 33%. Sedangkan pada daerah dengan ketinggian tertentu (ketinggian 1500 atau lebih di atas permukaan air laut) batasan anemia adalah 14 gram/dL. Batasan anemia berat/gravis adalah apabila kurang dari 7 gram/dL.

Anemia menyebabkan penurunan kapasitas darah untuk membawa oksigen. Jantung berupaya mengkompensasi kondisi ini dengan meningkatkan curah jantung. Upaya ini meningkatkan kebebasan kerja jantung dan menekan fungsi ventrikuler. Dengan demikian, anemia yang menyertai komplikasi lain (missal: preeklamsi) dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif. Efek anemia pada masing-masing individu bergantung pada tingkat keparahan anemia dan derajat penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen.

Tanda dan gejala anemia meliputi: pucat pada membrane mukosa, keletihan, pusing dan pingsan, sakit kepala, nafas dangkal, peningkatan frekuensi denyut jantung, dan palpitasi (jantung berdebar). Apabila seorang wanita hamil mengalami anemia, saat persalinan mengalami kehilangan darah, maka ia beresiko membutuhkan transfuse darah. Sekitar 80%bkasus anemia pada kehamilan merupakan tipe anemia defisiensi besi. Sisanya 20% mencakup kasus anemia herediter, dan berbagai variasi anemia didapat, termasuk anemia defisiensi asam folat, anemia sel sabit, dan talasemia.

 A. Anemia Defisiensi Besi

Konsentrasi hemoglobin yang rendah hanya mengindikasikan adanya anemia, tidak mengungkapkan penyebabnya. Indeks sel darah merah terdiri atas volume sel rata-rata dan konsentrasi hemoglobin sel rata-rata. Volume sel rata-rata (mean cel volume / MCV) nilai normalnya 80-95 femtoliter, sedangkan konsentrasi hemoglobin sel rata-rata (mean cell haemoglobin concentration/ MCHC) yaitu mengindikasikan seberapa bagusnya sel darah terisi hemoglobin, nilai normalnya adalah 32-36 gram/dL. MCV dan MCHC digunakan untuk mengidentifikasi penyebab anemia. Anemia defisiensi zat besi terbagi atas mikrositik (MCV rendah), dan hipokromik (MCHC rendah).

Pada saat hemoglobin turun, cadangan zat besi sudah menurun. Kekurangan zat besi pada jaringan dapat diketahui dengan mengukur kadar zat besi dalam serum yang akan menurun pada keadaan ini (nilai normal adalah 10-30 µmol/L), dan kapasitas peningkatan zat besi total (nilai normal adalah 40-70 µmol/L).cadangan zat besi total tubuh dapat diperkirakan dengan mengukur ferritin serum, yaitu protein tempat penyimpanan zat besi yang utama (nilai normal adalah 10-300 µmol/L).

Mengkaji status zat besi pada kehamilan dapat menjadi hal yang sangat sulit dilakukan. Namun, dengan meningkatnya volume darah yang relatif pesat selama trimester kedua, maka anemia defisiensi besi sering bermanifestasi sebagai penurunan tajam konsentrasi hemoglobin.

Penderita anemia defisiensi zat besi dapat diberikan sediaan zat besi oral, berisi salah satu garam besi baik dalam bentuk kombinasi dengan asam folat maupun yang tidak. Rekomendasi WHO, mengemukanan bahwa suplemen 120-240 mg/hari harus diberikan dengan dosis terbagi. Pemberian suplemen zat besi dapat diberikan secara profilaktik untuk ibu hamil yang tidak anemia dengan dosis 30-60 mg/hari. Sediaan zat besi yang banyak digunakan antara lain ferros sulfat tablet 200 mg yang mengandung 60 mg zat besi, dan ferros glukonat tablet 300 mg yang berisi 35 mg zat besi.

Terapi zat besi oral memiliki efek samping gastrointestinal yang harus diwaspadai. Efek samping tersebut berkaitan dengan dosis yang tinggi dan meliputi mual, nyeri efigastrik, dan konstipasi. Hal tersebut dapat diantisipasi dengan meminum suplemen setelah makan, dan menunda pengobatan hingga usia kehamilan 16 minggu.

Zat besi dapat juga diberikan secara parenteral (intra muskuler atau intra vena). Rute ini dilakukan pda ibu hamil yang tidak dapat meminum, menoleransi atau mengabsorbsi sediaan zat besi oral. Rute intra muskuler diberikan dalam bentuk zat besi sorbitol. Injeksi tidak boleh digabungkan dengan pemberian zat besi oral karena akan meningkatkan efek toksik, misalnya sakit kepala, pusing, mual dan muntah. Rute intravena diberikan sebagai infus intravena bentuk zat besi dekstran. Dosis ini dihitung dengan menggunakan berat badan dan deficit konsentrasi hemoglobin. Efek samping yang terjadi meliputi reaksi alergi yang dapat muncul dalam bentuk syok anafilaktik berat. Oleh karena itu, infus harus diberikan secara perlahan dan ibu diobservasi secara ketat selama beberapa menit pertama. Transfuse darah jarang sekali dilakukan pada anemia defisiensi besi kehamilan. Transfuse darah baru dilakukan jika terdapat waktu yang cukup untuk menangani anemia berat sebelum persalinan. Pada ibu hamil yang mengalami anemia defisiensi zat besi, suplemen zat besi oral harus diteruskan hingga masa pascanatal terutama jika ibu menyusui.

 B. Anemia Defisiensi Asam Folat

Asam folat diperlukan untuk peningkatan pertumbuhan sel ibu dan janin. Namun selama hamil, terdapat penurunan fisiologis kadar fosfat serum. Anemia ini cenderung terjadi di akhir kehamilan saat janin tumbuh dengan cepat. Anemia defisiensi asam folat disebabkan oleh diet yang buruk, makanan yang dimasak dengan air yang terlalu banyak, atau konsumsi makanan kaleng (sayur dan buah). Malabsorbsi juga memainkan peranan yang penting terkait dalam proses terjadinya anemia defisiensi asam folat. Contoh pada penggunaan antikonvulsan, sulfonamide dan alcohol. Kehamilan kembar juga dapat meningkatkan kebutuhan asam folat wanita hamil. Anemia dapat mengganggu pertahanan tubuh wanita hamil dan membuatnya lebih rentan terhadap infeksi traktus urinarius dan perdarahan.

Selama masa hamil, asupan folat yang direkomendasikan setiap hari adalah 0,4 mg asam folat. Pada anemia defisiensi asam folat, pemberian dosis asam folat 5-10 mg per oral setiap hari selama beberapa minggu akan meredakan anemia defisiensi asam folat. Pemberian dosis rumatan setiap hari akan mencegah pengulangan terjadinya anemia. Anemia defisiensi besi juga dapat menyertai defisiensi folat, maka asupan besi tambahan dapat diberikan.

 C. Anemia Sel Sabit

Anemia sel sabit disebabkan oleh gangguan bentuk sel darah merah yang berbentuk sel sabit. Gangguan ini paling bayak ditemukan pada orang yang berasal dari Afrika atau India barat. Kondisi ini bersifat herediter, dimana gen defektif menghasilkan rantai hemoglobin beta yang abnormal disebut HbS. Pada anemia sel sabit (HbSS atau SCA), gen abnormal diturunkan dari kedua orang tua, sedangkan pada sifat sel sabit (HbAS), hanya satu gen abnormal yang diturunkan.

Warna merah sel darah merah berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi, normalnya sel darah merah aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan. Pada anemia sel sabit, sel sabit yang abnormal ini memiliki kerapuhan yang tinggi dan rentang hidup yang lebih pendek, yaitu 17 hari yang menyebabkan terjadinya anemia hemolitik kronis, episode iskemia, dan nyeri yang disebut krisis sel sabit. Krisis sel sabit terjadi jika konsentrasi oksigen rendah. Faktor pencetus yang mempengaruhi ambilan oksigen meliputi: stress psikologis, cuaca dingin, dan perubahan suhu yang ekstrim, hipoksia akibat rokok, aktivitas fisik yang berat dan keletihan, penyakit pernafasan, infeksi dan karena kehamilan. Ketika tekanan oksigen menurun, HbS berkontraksi merusak sel dan mengakibatkannya berbentuk sabit. Sel yang rusak menyumbat kapiler dan menyebabkan infark yang menimbulkan nyeri, hal ini terutama terjadi pada tulang, sendi dan organ abdomen. Empedu juga dapat mengalami kerusakan yang akan mempengaruhi kemampuan individu elawan infeksi. Emboli dapat terbawa ke sirkulasi yang dapat menyebabkan stroke dan membahayakan jiwa ibu.

Efek pada wanita hamil dan janin adalah dapat mengakibatkan mortalitas maternal dan perinatal. Namun hal ini dapat dicegah dengan meningkatkan asuhan medic umum dan obstetric pada ibu hamil dengan anemia sel sabit dan didukung oleh kemajuan neonatologi. Wanita hamil dengan anemia sel sabit beresiko tinggi mengalami komplikasi medis selama kehamilan, meskipun prognosis kehamilan biasanya baik. Resiko maternal meliputi: krisis nyeri antenatal dan postnatal, infeksi, komplikasi pulmoner, anemia, preeklamsi dan section sesarea. Komplikasi perinatal meliputi: kelahiran premature, kecil masa kehamilan (berat bayi terlalu kecil untuk usia gestasi), dan ikterik neonatorum.

Pada wanita hamil dengan anemia sel sabit yang telah terdiagnosis, maka asuhannya adalah merujuk ke pusat spasialis sel sabit dengan ahli hemoglobinopati dan konselor genetic yang terlatih. Jika kedua orang tua membawa gen penyakit sel sabit, terdapat kemungkinan bahwa janin akan mewarisi keadaan ini. Konseling akan membantu orang tua membuat keputusan mengenai diagnosis prenatal dan hasil kehamilan.

Penatalaksanaan pada wanita hamil dengan anemia sel sabit adalah dengan pemantauan kehamilan yang lebih adekuat. Pemantauan yang lebih sering ini dilakukan dengan kolaborasi bidan, spesialis obstetric, spesialis hematologi dan hemoglobinopati. Bidan berperan penting dalam menjalin kedekatan antara ibu dan keluarganya, memberikan informasi dan penyuluhan tentang anemia sel sabit serta bagaimana hal ini mempengaruhi kehamilan, terutama penekanan pada faktor-faktor pencetus terjadinya krisis sel sabit. Asupan cairan harus dipertahankan untuk mencegah dehidrasi dan mendeteksi infeksi bakteri, terutama bakteri saluran kemih dan infeksi pernafasan juga merupakan hal yang perlu dilakukan secara dini. pemantauan yang teratur terhadap konsentrasi hemoglobin perlu dilakukan selama kehamilan, hemoglobin biasanya berada pada rentang 6-9 g/dL. Nutrisi yang adekuat dan penggunaan suplemen asam folat membantu mempertahankan status hemologis stabil.pemberian transfuse darah profilakti untuk memperbaiki hasil kehamilan masih tetap kontroversial. Pengkajian janin meliputi pemeriksaan USG yang teratur untuk mengkaji pertumbuhan janin. Jika diidentifikasi erjadi retriksi pertumbuhan, mk dibutuhkan pemantauan yang lebih intensif dengan menggunakan profil biofisik dan ultrasound Doppler.

 D. Talasemia

Talasemia merupakan anemia yang relative umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk mengisi sel-sel darah merah. Talasemia merupakan gangguan herediter yang disebabkan karena kelainan sintesis rantai beta globin dan rantai alfa globin. Talasemia beta merupakan varietas yang lebih umum ditemukan di Amerika Serikat dan seringkali didiagnosis pada individu keturunan Italia, Yunani atau China bagian Selatan. Sintesis globin yang tidak seimbang menyebabkan kematian sel darah merah premature, yang mengakibatkan anemia berat. Talasemia mayor adalah bentuk gangguan yang homozigus, sedangkan talasemia minor merupakan bentuk heterozigus.

Talasemia mayor dapat memperburuk kehamilan. Preeklamsi lebih umum terjadi pada wanita yang menderita talasemia mayor. Talasemia mayor dapat diasosiasikan dengan berat badan lahir rendah dan peningkatan limbah janin. Berat placenta seringkali meningkat, kemungkinan karena anemia maternal. Frekuensi distress janin akibat hipoksia lebih lebih tinggi daripada frekueni distress janin pada wanita hamil normal.

Penatalaksanaan talasemia dapat dengan melakukan transfusi regular. Asam folat harus diberikan untuk menghindari defisiensi asam folat. Transfusi pertukaran parsial dapat dilakukan pada talasemia yang berat. Wanita dengan talasemia mayor dapat meninggal akibat infeksi kronis atau gagal jantung atau penyakit hati progresif akibat deposisi besi yang berlebihan.

Wanita yang menderita talasemia minor mengalami anemia persisten, tetapi sel darah merah dapat normal atau bahkan meningkat. Namun, tidak ada masalah sistemik yang disebabkan anemia yang merupakan bagian minor penyakit. Talasemia minor harus dibedakan secara prinsip dari anemia definisi besi. Kehamilan tidak akan memperburuk talasemia minor atau kehamilan tidak akan diperburuk oleh penyakit tersebut. Anemia tidak akan berespons terhadap terapi besi. Pemberian besi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan simpanan besi yang berlebihan, sehingga dapat membahayakan tubuh. Bayi-bayi yang lahir dari orangtua dengan talasemia akan mewarisi gangguan ini. Wanita/pria dengan talasemia minor memiliki masa hidup yang normal walaupun kadar hemoglobinnya menurun secara moderat.

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Cunningham, et.al. 2006. Obstetric Williams, edisi 21, volume 2. EGC, Jakarta.
  3. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
  4. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  5. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
  6. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.

Tulis komentar