Placenta Previa

Oleh: Gita Kostania

Placenta previa adalah kelainan implantasi placenta, dimana insersi placenta berada di segmen bawah uterus, baik anterior maupun posterior, sehingga perkembangan placenta yang sempurna menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (Ostium Uteri Internum/OUI). Luas bagian placenta yang metutupi OUI menentukan klasifikasi placenta previa, yaitu: 1) placenta totalis/komplit/sentral, yaitu suatu kondisi dimana seluruh badan placenta memenuhi segmen bawah uterus sehingga menutup OUI, dan jika OUI tertutup semua oleh placenta ketika berdilatasi lengkap; 2) placenta uteri placenta previa sebagian/parsial/lateral, yaitu apabila bagian tepi placenta menutupi bagian OUI (placenta menutupi OUI sebagian); 3) placenta previa marginal/tepi, yaitu apabila hanya pinggiran placenta yang mendekati OUI (bagian tepi placenta berada dekat cerviks, tetapi tidak berada tepat di atas OUI.

DSC_1851

Gambar 1. Klasifikasi Placenta Previa (A. PP Totalis, B. PP Lateral, C. PP Marginal)

Faktor predisposisi terjadinya placenta previa adalah:

  1. Multiparitas.
  2. Usia ibu lebih dari 35 tahun.
  3. Riwayat placenta previa pada kehamilan sebelumnya.
  4. Riwayat pembedahan rahim (sectio caesarea), kuretase, dan manual placenta.
  5. Kehamilan kembar (ukuran placenta lebih besar).
  6. Perokok (kemungkinan ukuran placenta lebih besar).
  7. Korpus luteum bereaksi lambat, endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.
  8. Tumor pada rahim (mioma uteri, polip endometrium).

Tanda utama placenta previa adalah perdarahan pervaginam yang terjadi tiba-tiba dan tanpa disertai nyeri. Perdarahan terjadi berulang, dengan jumlah sedikit dan terjadi selama trimester tiga. Sebab dari perdarahan adalah karena terdapat bagian placenta dan pembuluh darah pada placenta yang robek karena: terbentuknya segmen bawah rahim, dan terbukanya OUI uleh manipulasi intravaginal atau rectal. Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung pada besar dan banyaknya pembuluh darah yang robek dan placenta yang lepas. Kondisi lain yang umum terjadi pada placenta previa adalah terjadinya malpresentasi (sungsang, letak lintang, kepala tidak memasuki PAP), hal ini disebabkan oleh terhalangnya janin masuk ke segmen bawah rahim.

Placenta previa

Gambar 2. Gambaran terjadinya Perdarahan karena Placenta Previa

Diagnosis placenta previa dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Apabila pemeriksaan USG dilakukan sebelum kehamilan berusia 28 minggu menunjukkan hasil bahwa placenta berada di bagian bawah, maka perlu dilakukan pemeriksaan ulang pada trimester ke-tiga untuk mengevaluasi perkembangan posisi placenta dalam hubungannya dengan perkembangan cerviks dan pembentukan segmen bawah rahim menjelang persalinan. Apabila perkembangan placenta sampai menutupi OUI, maka persalinan tidak dapat dilakukan pervaginam.

Pengaruh placenta previa pada kehamilan adalah: kesalahan letak janin; partus prematurus karena timbulnya his oleh: rangsangan koagulum darah pada cerviks, lepasnya placenta, kadar progesteron turun dan dapat juga karena periksa dalam.

Apabila seorang ibu hamil datang dengan perdarahan pervaginam pada trimester tiga tanpa rasa nyeri, maka hal-hal yang perlu dikaji meliputi:

  1. Anamnesis: pastikan usia kehamilan dan taksiran persalinan, tanyakan sifat perdarahan (tanpa sebab, tanpa nyeri berulang dan berwarna merah segar). Perdarahan timbul tiba-tiba tanpa sebab yang dapat timbul sewaktu bangun tidur, perdarahan cenderung berulang dengan volume yang semakin bertambah banyak dari sebelumnya.
  2. Inspeksi: dapat dilihat pengeluaran darah pervaginam (jumlah, warna, bekuan darah), dilihat keadaan umum ibu (kesadaran, tingkat anemia).
  3. Palpasi abdomen: sering dijumpai kelainan letak janin (malpresentasi); bagian terbawah janin belum memasuki PAP; pada ibu dengan dinding abdomen yang tipis, dapat merasakan bantalan pada segmen bawah rahim; bagian-bagian janin masih dapat diraba dnegan jelas dan DJJ dapat diperiksa dengan mudah.
  4. Pemeriksaan inspekulo: untuk memastikan asal perdarahan (harus dilakukan secara hati-hati). Perdarahan selain dari uterus dapat berasal dari: kelainan cerviks, vagina, varices pecah, dll. Pada ibu hamil yang dicurigai mengalami placenta previa, bidan/nakes dilarang keras melakukan pemeriksaan dalam, sampai deketahui posisi placenta dengan tepat.
  5. Ultrasonografi: dilakukan untuk memastikan posisi placenta.

Apabila seorang ibu mengalami perdarahan yang berhubungan dengan placenta previa, maka rencana penatalaksanaan disesuaikan dengan umur kehamilan, tingkat keparahan dan status janin. Penatalaksanaan terdiri dari dua, yaitu terapi pasif (konservatif) dan terapi aktif. Terapi pasif diberikan kepada ibu dengan usia kehamilan preterm dan janin masih dapat dipertahankan, dilakukan dengan tirah baring, pemberian obat-obatan dan observasi ketat. Terapi aktif dilakukan pada ibu dengan usia kehamilan aterm, atau pada usia kehamilan belum aterm, namun kondisi janin dan ibu terancam, maka pertolongan persalinan harus segera dilakukan.

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
  3. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  4. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
  5. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.

Blighted Ovum

Oleh: Gita Kostania

Blighted ovum merupakan suatu kehamilan tanpa embrio (hanya kantong kehamilan). Pada saat terjadinya konsepsi, sel-sel tetap membentuk kantung ketuban dan plasenta, namun sel telur yang telah dibuahi tidak berkembang menjadi embrio. Pada kondisi ini (blighted ovum), kantung kehamilan akan terus berkembang layaknya kehamilan biasa, namun sel telur yang telah dibuahi gagal untuk berkembang secara sempurna.

BO

 

Gambar 1. Hasil USG Blighted Ovum

Blighted ovum terjadi pada saat awal-awal kehamilan. Penyebab dari blighted ovum sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun di duga karena adanya kelainan kromosom, kelainan genetik, atau sel telur dengan kondisi kurang baik di buahi oleh sperma normal atau sebaliknya.

Pada ibu hamil yang mengalami blighted ovum, akan merasakan bahwa kehamilan yang dijalaninya biasa-biasa saja, seperti tidak terjadi sesuatu (karena kantung kehamilan berkembang seperti biasa). Pada saat awal kehamilan, produksi hormon HCG tetap meningkat, sehingga hasil PP tes (Pregnostikon Plano tes) hasilnya positif, juga mengalami gejala seperti kehamilan normal lainnya: mual muntah, pusing-pusing, sembelit dan tanda-tanda awal kehamilan lainnya. Gejala blighted ovum dapat terdeteksi melalui pemeriksaan USG atau hingga adanya perdarahan layaknya mengalami gejala keguguran mengancam (abortus iminens) karena tubuh berusaha mengeluarkan konsepsi yang tidak normal. Untuk itu, apabila dijumpai pasien pada kehamilan trimester pertama (usia kehamilan 6-8 minggu) dengan keluhan terjadi perdarahan dari jalan lahir, segera lakukan rujukan untuk memastikan diagnosis dengan pemeriksaan ultrasonografi. Hasil pemeriksaan ultrasonografi akan terdeteksi bahwa terdapat kondisi kantung kehamilan berisi embrio yang tidak berkembang.

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
  3. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  4. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
  5. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.

Mola Hidatidosa

Oleh: Gita Kostania

Mola hidatidosa merupakan suatu kehamilan yang tidak normal, yaitu suatu perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Karakteristik mola hidatiosa dapat berbentuk komplet/klasik dan bentuk inkomplit/parsial, yaitu tidak ada jaringan embrio dan ada jaringan embrio.

Mola

Gambar 1. Mola Hidatidosa

Mola komplit atau klasik ini terjadi akibat fertilisasi sel telur yang intinya telah hilang atau tidak aktif, sehingga mola tidak mengandung hasil konsepsi (janin, plasenta, membrane amniotic atau air ketuban). Mola berbentuk tumor jinak (benigna), menyerupai setangkai buah anggur yang warnanya putih, menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG), serta masing-masing vesikel yang dipenuhi cairan ini menyerupai mata ikan. Vesikel-vesikel hidropik (berisi cairan) ini merupakan sel-sel trophoblastik (jaringan placenta yang berkembang abnormal), tumbuh dengan cepat sehingga menyebabkan rahim tumbuh menjadi lebih besar dari usia kehamilan yang seharusnya.

Pada kehamilan dengan mola inkomplit atau parsial, terdapat janin yang tidak hidup atau cairan amnion. Pada kasus yang jarang terjadi, dapat ditemukan kehamilan kembar yang terdiri atas satu janin normal dan plasenta, serta satu mola.

Molar pregnancy-Twin

Gambar 2. Kehamilan Ganda dengan Mola Hidatidosa

Oleh karena darah meternal tidak terhubung ke placenta, maka pada kehamilan mola dapat terjadi perdarahan ke dalam rongga rahim dan timbul perdarahan melalui vagina. Pada sekitar 3% kehamilan, mola dapat berkembang menjadi koriokarsinoma (suatu neoplasma ganas yang tumbuh dengan cepat).

DSC_1850

Gambar 3. Gambaran Mola yang Mangalami Ekspulsi perVaginam

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor predisposisi diantaranya: faktor ovum (ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan), stimulasi ovum menggunakan Clomifen (Clomid), imunoselektif dari tropoblast, keadaan sosio-ekonomi yang rendah, paritas tinggi, kekurangan protein, infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

Gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.

Di bawah ini merupakan tanda dan gejala serta komplikasi mola hidatidosa, dapat juga dijadikan acuan dalam mengumpulkan data dasar:

  1. Mual dan muntah yang menetap, seringkali menjadi parah.
  2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar), pada palpasi tidak terdapat bgian-bagian janin, tidak terdengar denyut jantung janin, tidak ada aktivitas janin.
  3. Terjadi perdarahan uterus, yang dapat dimulai pada minggu ke-12. Bercak darah atau mungkin perdarahan hebat dapat terjadi. Namun biasanya hanya terjadi pengeluaran lender bercampur darah, cnderung berwarna merah daripada coklat yang terjadi secara intermitten atau terus menerus.
  4. Sesak nafas.
  5. Nyeri tekan pada ovarium, dan terdapat pembesaran ovarium (theca lutein cyst).
  6. Gejala-gejala hipertitoidisme: seperti intoleransi panas, gugup, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
  7. Gejala-gejala pre-eklampsi atau eklamsi sebelum usia kehamilan 24 minggu, seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, dan proteinuria (terdapat protein pada air seni).

Data lain yang dapat dikaji adalah melalui hasil pemeriksaan ultrasonografi (pola khas gambaran badai salju). Evaluasi klinik yang dapat dilakukan bidan focus pada: riwayat haid terakhir dan kehamilan, riwayat perdarahan tidak teratur atau spotting, dan pelunakan serviks dan korpus uteri, serta tes/uji kehamilan dengan menggunakan urin.

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
  3. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  4. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
  5. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.

Kehamilan Ektopik

Oleh: Gita Kostania

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang berimplantasi di luar cavum uteri. Kehamilan ekstrauteri ini terjadi karena abnormalitas yang menghambat atau mencegah perjalanan ovum yang telah dibuahi spermatozoon (blastosit) melalui tuba falopii untuk tertanam di endometrium cavum uteri. Kehamilan ektopik ini diklasifikasikan menurut tempat implantasinya. Tempat yang mungkin untuk terjadinya kehamilan ektopik adalah pada: tuba falopii (ampula, istmus, interstisial, fimbria, ligamen tuba-ovarium), ovarium, cerviks dan abdomen.

KET

Gambar 1. Tempat terjadinya Kehamilan Ektopik

Faktor predisposisi terjadinya kehamilan ektopik adalah: infeksi pelvis, alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, curettage berulang, dan riwayat pembedahan tuba.

Tanda dan gejala terjadinya kehamilan ektopik pada kehamilan ektopik dini diantaranya: terlambat haid, adneksa terasa penuh, dan nyeri tekan pada abdomen. Pada kehamilan ektopik dini yang terganggu atau yang sudah mengalami rupture (50% kasus), gejalanya: amenore atau waktu menstruasi yang abnormal diikuti dengan perdarahan Rahim yang ringan, terdapat massa di adneksa atau cavum Douglasi, dan nyeri pada pelvis unilateral dimana terdapat massa. Hasil curretase, bisa ditemukan desidua tanpa villus.

Apabila terjadi rupture yang akut, maka ditandai dengan: nyeri hebat yang menusuk-nusuk pada abdomen bawah disertai penurunan tekanan darah dan tanda-tanda lain terjadinya syok dengan jumlah perdarahan yang tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang keluar dari vagina, atau nyeri alihan pada leher dan bahu, serta saat pemeriksaan dijumpai adanya nyeri tekan pada abdomen dan nyeri pada saat dilakukan pemeriksaan dalam.

Pada kehamilan ektopik terganggu yang kronis, dimana terjadi rupture pada tuba yang sudah kronis, maka perdarahan internal biasanya lambat dan gejala biasanya atipikal atau tidak konklusif. Selain perdarahan pervaginam yang ringan dengan darah berwarna gelap, gejala lainnya: panggul terasa penuh atau tertekan, nyeri tekan di abdomen bagian bawah, flatulen, teraba tegang dan mengalami nyeri tekan dan semi kistik, serta meraba massa di cavum Douglasi, gejala demam ringan, lekositosis, dan hematocrit atau kadar hemoglobin rendah dapat ditemukan.

Timbulnya rasa nyeri saat pemeriksaan dalam dilakukan diakibatkan oleh penuhnya ruang cul-de-sac oleh darah sehingga forniks posterior vagina menonjol. Sedangkan nyeri pada leher dan bahu dapat timbul akibat iritasi diafragma yang berasal dari darah di dalam rongga peritoneum, terutama saat ibu menarik nafas.

KET-ruptur

Gambar 2. Kehamilan Ektopik Terganggu (terjadi ruptur)

KET-abdomen

Gambar 3. Kehamilan Ektopik di Abdomen

Pengumpulan data yang dapat dilakukan untuk dapat memperkirakan kasus ini, meliputi:

  1. Pada pemeriksaan panggul: akan menimbulkan nyeri yang cukup hebat, khususnya setip kali terjadi gerakan cerviks, dapat juga tidak terjadi nyeri sama sekali.
  2. Pada palpasi: teraba massa lunak dan lentur di sisi posterior atau leteral terhadap uterus.
  3. Hasil inspeksi pada jalan lahir (vagina atau cerviks): lapisan desidua uterus keluar seluruhnya.
  4. Pada anamnesis: tanyakan apakah ibu merasakan nyeri pada daerah leher dan bahu.
  5. Anamnesis: tanyakan juga tentang nyeri abdomen akut di bagian abdomen atas atau bawah, nyeri dapat dirasakan unilateral, bilateral atau menyeluruh.
  6. Tanyakan tentang terjadinya diare dan tekanan pada rectum.
  7. Pada pemeriksaan kehamilan menggunakan air kencing hasil negative, karena kadar gonadotropin chorionic sangat rendah.
  8. Hasil pemeriksaan laboratorium: jumlah leukosit bisa berada pada batas normal atau mencapai 30.000, karena terjadi proses peradangan.

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
  3. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  4. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
  5. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.

Inkompetensi Cerviks

Inkompetensi serviks merupakan suatu kondisi dimana serviks tidak dapat mempertahankan ketahanan uterus sampai janin viabel. Inkompetensi cerviks ditandai dengan dilatasi serviks tanpa rasa nyeri, tanpa disertai tanda-tanda persalinan atau kontraksi rahim pada trimester kedua atau awal trimester ketiga, dapat terjadi abortus spontan atau persalinan preterm.

Umumnya ibu datang ke petugas kesehatan dengan keluhan perdarahan pervaginam, merasakan adanya tekanan pada panggul, dan ketuban pecah sebelum waktunya. Bagi ibu dangan inkompetensi serviks, rangkaian peristiwa ini akan berulang pada kehamilan berikutnya berapapun jarak antar kehamilan. Tanyakan pada ibu riwayat kehamilan, mengenai adanya abortus berulang, yaitu minimal dua kali abortus pada pertengahan trimester kedua tanpa disertai tanda-tanda persalinan, ataupun riwayat persalinan preterm yang terjadi pada awal trimester ke-tiga.

Faktor resiko dan penyebab terjadinya inkompetensi cerviks adalah:

  1. Riwayat keguguran pada usia kehamilan 14 minggu atau lebih
  2. Riwayat laserasi cerviks menyusul persalinan pervaginam atau melalui operasi caesar
  3. Pembukaan cerviks berlebihan disertai kala dua yang memanjang pada kehamilan sebelumnya
  4. Ibu berulangkali mengalami abortus elektif pada trimester pertama atau kedua (kuretase berulang)
  5. Sebelumnya ibu mengalami eksisi sejumlah besar jaringan cerviks (conization pada penderita kanker cerviks)
  6. Cerviks pendek atau anomali rahim
  7. Ibu hamil yang mengkonsumsi Dietilstilbesterol (DES), suatu estrogen sintetis.

Apabila seorang wanita memiliki faktor resiko dan gejala seperti di atas, maka bidan mutlak berkonsultasi dan melakukan rujukan. Penatalaksanaan yang dilakukan dokter adalah dengan terapi aktif dan konservatif.

Terapi konservatif dilakukan apabila hasil pemeriksaan, kehamilan masih dapat dipertahankan. Tindakan  yang dilakukan adalah istirahat baring, hidrasi, pemberian tokolisis (inhibisi kontraksi rahim), dilakukan juga pemeriksaan vagina menggunakan ultrasonografi setiap minggu atau setiap dua minggu sekali untuk mengukur panjang cerviks. Apabila hasil pengukuran cerviks tiap minggu mengalami pemendekan, maka dilakukan penanganan aktif.

Terapi aktif diberikan pada ibu dimana ketika datang ke petugas kesehatan sudah terjadi penipisan dan pembukaan cerviks, tekanan pada panggul, atau perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya. Apabila ketuban masih utuh, janin masih hidup, cerviks masih dapat diperbaiki, maka akan dilakukan cerclage (suatu teknik jahitan pada cerviks yang tidak kompeten dengan benang yang tidak dapat diserap). Tipe cerclage yang akan digunakan disesuaikan dengan situasi klinis, panjang cerviks, pembukaan cerviks, dan pengalaman dokter yang menangani. Teknik kedua adalah dengan melakukan pemasangan suatu ikatan untuk mempertahankan cerviks tetap menutup, disebut prosedur shirodkar. Hal ini dapat memungkinkan benang ikatan dibiarkan di tempat secara permanen untuk ibu yang mengharapkan hamil lagi di kemudian hari, dengan proses persalinan melalui operasi sesarea.

Cerclage

Gambar 1. Gambaran Cerclage

 

Shirodkar

 

Gambar 2. Gambaran Pemasangan Shirodkar

Pengkajian data yang dilakukan untuk dapat memperkirakan terjadinya inkompetensi cerviks, meliputi:

  1. Tanda dan gejala yang muncul sebelum, selama dan setelah keguguran (missal: perdarahan, kram/kontraksi, nyeri suprapubis, nyeri punggung bagian bawah, tekanan pada vagina atau abdomen bawah, rabas vagina tanpa tanda dan gejala infeksi vagina, ketuban pecah), dan kapan kapan tanda dan gejala tersebut muncul kaitannya dengan persalinan.
  2. Usia kehamiln pada saat masing-masing keguguran terjadi.
  3. Kelainan kongenital pada janin yang dihasilkan pada aborsi sebelumnya.
  4. Riwayat kematian janin pada awal kehamilan dalam keluarga.
  5. Riwayat trauma pada cerviks pada persalinan sebelumnya.
  6. Riwayat trauma lain pada cerviks atau pembedhan pada cerviks.

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
  3. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  4. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
  5. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.

Abortus

Oleh: Gita Kostania

Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Viabilitas janin dicapai pada sekitar minggu ke-22 sampai minggu ke-24 dengan berat janin lebih dari 500 gram atau lingkar kepala lebih dari 18 cm. Abortus dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: abortus spontan, yang disebabkan oleh sebab-sebab yang alami; abortus terapeutik, yang disebabkan oleh kesengajaan penghentian kehamilan karena alasan medis; dan abortus elektif yang dilakukan karena alasan pribadi. Pada bahasan ini, hanya akan dibahas mengenai abortus spontan.

Abortus spontan dapat terjadi karena: gangguan sistem endokrin (kadar progeteron yang tidak normal); kelinan pada kelenjar thyroid; diabetes yang tidak terkontrol; kelainan pada alat reproduksi; infeksi sistemik atau infeksi di endometrium (penyebab: rubella, cytomegalovirus, herpes genital aktif, toksoplasma, Chlamidia, Treponema, Listeria, dan Mycoplasma), penyakit autoimun (lupus eritematosus); dan factor genetik. Diagnosis abortus spontan terjadi dalam beberapa jenis, yaitu: abortus mengancam (abortus iminens), abortus yang tidak bisa dihindari dan sedang terjadi (abortus insipiens), abortus dengan janin meninggal dalam rahim (missed abortion), dan abortus dengan sebagian janin sudah keluar dari cavum uteri (abortus inkompletus).

Abortus spontan dapat terjadi berulang-ulang, disebut juga abortus habitualis, yaitu abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Abortus yang terjadi dan disertai gejala infeksi disebut abortus septik.

Abortus Iminens

Abortus iminens merupakan abortus yang mengancam. Setiap kali terjadi perdarahan pada awal kehamilan, dapat dimungkinkan terjadi abortus iminens. Abortus iminens ini dapat disertai nyeri akibat kram pada abdomen bawah atau nyeri pada punggung bawah, tetapi umumnya tidak disertai nyeri. Abortus iminens ditandai dengan adanya bercak darah, dan serviks (Ostium Uteri Eksternum/ OUE) menutup. Penatalaksanaan dilakukan dengan istirahat, mencegah stress dan menghindari orgasme.

Ab iminens

 

Gb.1. Gambaran terjadinya Abortus Imminens

Abortus Insipiens dan Abortus Inkompletus

Abortus insipiens merupakan abortus spontan yang sedang berlangsung. Hal ini terjadi ketika ada pembukaan serviks / OUE, atau pecahnya selaput ketuban disertai perdarahan dan nyeri pada abdomen bawah dan punggung, tidak disertai dengan pengeluaran hasil konsepsi. Sedangkan abortus inkompletus adalah abortus spontan yang terjadi dimana terdapat pengeluaran sebagian hasil konsepsi. Apabila pengeluaran hasil konsepsi telah terjadi seluruhnya, maka disebut dengan abortus kompletus. Penatalaksanaannya adalah: konsultasi dengan dokter untuk terminasi kehamilan (pada abortus insipiens dan abortus inkompletus). Pada abortus kompletus biasanya tidak diperlukan tindakan. Pengawasan yang dapat dilakukan bidan adalah dengan evaluasi jumlah perdarahan dan hasil konsepsi yang keluar, serta pengukuran suhu tubuh ibu yang dievaluasi setiap empat jam, apabila suhu tubuh melebihi 380C perlu diwaspadai terjadinya infeksi.

Ab insipien

 

Gb.2. Gambaran terjadinya Abortus Insipiens

Ab inkomplit

Gb.3. Gambaran terjadinya Abortus Inkomplit

Ab komplit

Gb.4. Gambaran terjadinya Abortus Kompletus

Missed Abortion

Pada abortus jenis ini, janin telah meninggal, tetapi hasil konsepsi masih berada di dalam rahim ibu selama beberapa jangka waktu tertentu (dua minggu atau lebih) karena mungkin tidak terjadi perdarahan, OUE masih tertutup dan abortus spontan tidak terjadi. Tanda dan gejala terjadinya missed abortion diantaranya: terdapat bercak darah (spotting) atau perdarahan yang banyak dapat disertai nyeri abdomen atau punggung (bisa ya, bisa tidak); ukuran rahim mengecil dari ukuran yang seharusnya untuk usia kehamilan; apabila sebelumnya ibu sudah merasakan gerakan janin, maka gerakan janin tidak dirasakan lagi; kelenjar payudara yang sebelumnya mengalami perubahan, kembali ke keadaan semula; saat pemeriksaan dilakukan, tidak terdengan bunyi denyut jantung janin.

Apabila seorang wanita dicurigai mengalami missed abortion, maka programkan segera untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk memastikan kematian janin. Pada kasus ini, ibu beresiko mengalami gangguan pembekuan darah (Disseminated Intravascular Coagulopathy/DIC). Untuk itu, tindakan segera yang dilakukan adalah pengeluaran hasil konsepsi.

Ab missed

Gb.5. Gambaran terjadinya Missed Abortion

Pengkajian Tipe Abortus dan Penatalaksanaannya:

No.

Tipe

Abortus

Jumlah

Perdarahan

Kram Rahim

Pengeluaran

Jaringan

Jaringan

pada Vagina

Ostium Uteri

Interna (OUI)

Ukuran

Rahim

Penatalaksanaan

1 Iminens Sedikit Ringan Tidak ada Tidak ada Tertutup Sesuai UK Tirah baring, sedasi (anastesi), hindari stress dan orgasme.
2 Insipiens Sedang Sedang Tidak ada Tidak ada Terbuka Sesuai UK Terminasi kehamilan (kuretase dan dilatasi).
3 Inkomplet Banyak Berat Ada Mungkin ada Terbuka dengan jaringan di dalam cerviks Lebih kecil UK
4 Komplet Sedikit Ringan Ada Mungkin ada Tertutup Lebih kecil UK Tidak perlu intervensi jika kontraksi rahim cukup kuat untuk menahan perdarahan dan jika tidak ada infeksi.
5 Missed

AbortionSedikitTidak adaTidak adaTidak adaTertutupLebih kecil UKJika evakuasi spontan tidak terjadi dalam satu bulan, kehamilan diterminasi dengan cara yang sesuai dengan usia kehamilan. Faktor-faktor pembekuan darah dipantau sampai rahim kosong. Dapat terjadi DIC dan gangguan pembekuan darah disertai perdarahan yang tidak bisa dikendalikan pada kasus kematian janin setelah minggu ke-12, dan jika produk kehamilan tertahan labih dari lima minggu.6SeptikBervariasi:

Berbau disertai demamBervariasi, disertai demamBervariasi, disertai demamBervariasi, disertai demamBiasanya terbuka, disertai demamSesuai atau lebih kecil UK disertai nyeri tekanTerminasi kehamilan segera dengan metode yang sesuai untuk usia kehamilan. Pemeriksaan biakan dan sensitivitas cerviks dilakukan dan terapi antibiotik spektrum luas dimulai. Pengobatan septik syok dimulai, jika perlu.

 

Referensi:

  1. Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
  2. Cunningham, et.al. 2010. E-book Williams Obstetrics, edisi 23. The Mc Graw-Hill Companies, USA.
  3. Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14. EGC, Jakarta.
  4. Mochtar. 2002. Synopsis Obstetri, edisi 2. EGC, Jakarta.
  5. Varney, Kriebs, Gegor. 2002. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4, Volume 1. EGC, Jakarta.